Punya modal cekak tetapi ingin membuka bisnis dengan omzet puluhan juta? Jangan bersedih, galau atau patah semangat. Anda harus membaca artikel ini.
Kreatif dan inovatif, hal itu tergambar dari seorang Yeni Setiowati (41). Wanita kelahiran Pati, 13 Desember 1975 itu mampu mengolah kulit ular dan reptil menjadi produk fashion berkelas seperti tas dan sepatu yang memiliki nilai jual cukup tinggi.
Baca juga: Fatchurohman Sulap Kain Batik Bekas Jadi Kolase Bernilai Jutaan Rupiah
Melalui brand Dania Handycraft, Yeni memulai usahanya ini sejak tahun 2009. Bisnisnya terus berkembang dengan angka permintaan yang semakin bertambah setiap tahunnya. Kemudian tas dan sepatu kulit ular dan reptil juga telah masuk pasar ekspor, seperti ke Jepang hingga ke Amerika Serikat. Bagaimana bisa?
“Kami membangun bisnis ini kurang lebih 7 tahun yang lalu,” ungkap Yeni kepada indotrading.com, Rabu (21/9/2016).
Sebelum memulai usahanya ini, Yeni awalnya membuka usaha penyedia jasa advertising atau periklanan. Tetapi karena merasa bosan dan tidak sesuai dengan passion-nya, Yeni rela meninggalkan bisnis advertising dan justru merambah dunia fashion.
Baca juga: Ambil Untung Berbisnis Resto Khas Malaysia Oldtown White Coffee
“Sebelum bisnis ini kita bisnis advertising dulu karena dunia advertising pun pekerjaannya adalah kreatifitas ya sudah kita jadi tertarik untuk merambah kreativitas fashion. Dan sekarang kita sudah ninggalin usaha advertising kita fokus di bisnis kulit ular ini,” tuturnya.
Akhirnya Yeni memutuskan membangun bisnis fashion dari kulit ular dan reptil di tahun 2009. Saat pertama kali membuka bisnisnya ini, Yeni menggelontorkan modal kurang lebih sebesar Rp 5 juta. Modal tersebut diakuinya didapat dari patungan dengan sang adik.
“Modal awal kecil banget tidak sampai lima juta rupiah. Itu hasil dari patungan saya dan adik saya,” tambahnya.
Terkesan Lebih Eksklusif dengan Kulit Ular
Yeni Setiowati punya alasan kuat mengapa dirinya mengambil dan menekuni bisnis fashion dengan bahan kulit ular dan reptil. Menurut Yeni menggunakan kulit ular dan reptil akan memberikan kesan ‘beda’ dan lebih eksklusif bila dibandingkan dengan kulit sapi.
“Iya karena kulit ular kan jarang yang menggunakannya. Kebanyakan orang kan berbisnis kulit biasa kulit sapi misalnya,” katanya.
Yeni mengungkap, ia mendapat pasokan kulit mentah ular dan reptil dari pengepul asal Pulau Sumatera yang telah mengantongi izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Kulit tersebut kemudian ia beli dengan harga yang variatif tergantung panjang, lebar serta kualitas kulit ular atau reptil.
Baca juga: Peluang Usaha yang Mesti Anda Coba: Berbisnis Waralaba Alfamart
“Kita ambil kulitnya itu dari tempat yang legal. Untuk ularnya itu diambil dari hutan. Tapi mereka memilki kuota pengambilan jadi diawasi oleh BKSDA setempat. Misalkan dia dalam satu bulan sudah mengambil 100 ular kalau sudah mengambil segitu dia tidak boleh mengambil lagi jadi setiap bulannya memang ada ketentutan kuota,” tuturnya.
Kulit mentah tersebut kemudian harus melalui proses penyamakan. Kulit hasil proses penyamakan lalu dikeringkan hingga menjadi lembaran kulit yang siap diolah menjadi produk fashion seperti tas, sepatu, ikat pinggang. tali jam, gantungan kunci, jaket, hingga hiasan interior.
Baca juga: ‘Kemilau’ Bisnis Mutiara Tawarkan Omzet Hingga Ratusan Juta Rupiah
“Dari pertamanya kita produksi lembaran kulit ular (piton, kobra) mentah. Terus kita proses kulitnya kemudian kita berkembang menjadi kulit lembaran yang sudah berwarna kemudian berkembang lagi berbentuk produk seperti tas, sabuk, sepatu pokonya kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.
Dijual Ratusan Ribu Hingga Jutaan Rupiah
Selain memiliki kesan ‘beda’ dengan kulit sapi, penggunaan kulit ular dan reptil sebagai bahan baku pembuatan produk fashion seperti tas dan sepatu juga memiliki nilai tambah lainnya. Seperti tingginya harga jual.
“Kalau untuk tas dari harga Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Yang membuat mahal itu kulit ular yang siisknya sudah tua yang panjangnya 6 meter ke atas. Sepatu harganya dari Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Sedangkan dompet dari harga Rp 100 ribu sampai Rp 400 ribu,” sebut pemilik brand Dania Handycraft, Yeni Setiowati.
Baca juga: Intip Peluang Berbisnis Jamu dan Kosmetik Dari Bos Mustika Ratu
Maka tidak heran bila calon pembeli produk fashion buatan Yeni datang dari kalangan menengah ke atas. Beberapa diantaranya juga adalah kolektor fashion.
“Tas dan dompet pembelinya itu datang dari kalangan menengah ke atas,” tambahnya.
Harga yang terbilang mahal juga sebanding dengan kualitas yang diberikan. Menurut Yeni, produk fashion yang dibuat dari kulit ular dan reptil memiliki banyak kelebihan.
“Produk kita itu bahan kuitnya tidak mudah patah dan lecek. Meskipun ditumpuk atau kegencet pun tidak patah atau melekuk. Kami memilki resep khusus yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya,” paparnya.
Yeni juga menegaskan kulit ular dan kulit reptil yang digunakan adalah legal. Yeni mendapatkan kulit ular dan reptil dari pengepul di wilayah Pulau Sumatera yang telah mengantongi izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Kulit tersebut kemudian ia beli dengan harga yang variatif tergantung dari ukuran panjang, lebar serta kualitas kulit ular atau reptil. Setelah itu, kulit mentah tersebut melalui proses penyamakan hingga menjadi lembaran kulit yang siap diolah menjadi tas, sepatu, ikat pinggang. tali jam, gantungan kunci, jaket, hingga hiasan interior.
Baca juga: Menangkap Peluang Berbisnis Kopi Spesial Dari Bos Maharaja Coffee
“Kadang-kadang kita kekurangan. Tapi kita mensiasatinya dengan mengalihkan ke bahan baku lain seperti kulit biawak dan ikan pari,” katanya.
Masuk Pasar Jepang Hingga Amerika
Unik dan istimewa adalah keunggulan yang ditawarkan dari berbagai produk fashion seperti tas dan sepatu yang dibuat dari kulit ular dan reptil karya Yeni Setiowati. Dengan gencarnya strategi marketing melalui media online dan mengikuti berbagai pameran, produknya kini sudah diekspor ke berbagai negara.
“(Pasarnya) Dalam dan luar negeri. Kalau dipasarkan di luar negeri itu kita ada resellernya,” ucap Yeni.
Yeni menjelaskan tas dan sepatu kulit ular dan reptil sudah masuk ke pasar Jepang hingga Amerika Serikat. Namun menurutnya, pangsa pasar ekspor terbesar masih didominasi pasar Asia yang mencakup negara Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Hongkong.
“Singapura, Korea, Jepang dan Amerika. Peminatnya paling banyak dari Asia,” sebutnya.
Dengan memiliki pasar tetap di dalam dan di luar negeri, omzet yang didapat Yeni mencapai puluhan juta per bulannya. Sayangnya besaran omzet itu dianggap Yeni belum begitu besar karena terbatasnya suplai bahan baku kulit ular dan reptil.
Baca juga: Home Decor: Peluang Usaha Baru yang Mesti Anda Coba
“Sehingga omzet yang didapat pun tidak besar. Paling Rp 20-30 jutaan per bulan,” katanya.
Ia juga menceritakan awalnya produk fashion berbahan kulit ular dan reptil kalah bersaing dengan kulit sapi. Para calon pembeli menilai desain fashion dari kulit ular dan reptil terlihat aneh karena sedikit bersisik. Namun kini justru sebaliknya.
“Desainnya nggak disukai orang waktu awal-awal kita membuat produk, dibilang noraklah, produk kita kuno, karena awal-awal itu kita tidak membaca market, masih meraba-raba. Karena desainnya tidak menarik jadi tidak menjual. Kita belajar dari konsumen itu sendiri sih tetapi sekarang justru sebaliknya,” tutupnya.
Reporter: Kumi Laila Penulis: Wiji Nurhayat