Inspiration

3 Pengusaha Ini Berhasil Raup Omzet Ratusan Juta/Bulan Hanya dengan Modal Bambu

Banyak orang yang memiliki cita-cita untuk menjadi pengusaha sukses. Namun, tak jarang keinginan tersebut terhenti karena alasan keterbatasan modal. Padahal, tidak semua bisnis memerlukan modal yang besar.

Tanpa modal yang besar, Anda tetap bisa menjalankan usaha. Caranya ialah dengan memilih bahan baku yang mudah didapatkan serta memiliki harga yang mudah.

Salah satu bahan baku yang memenuhi kedua kriteria tersebut ialah bambu. Jenis kayu satu ini cukup mudah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, harga jual bambu pun cenderung lebih murah dibandingkan jenis kayu yang lainnya.

Umumnya, bambu digunakan untuk membuat kerangka bangunan, kursi, tangga, dan perlengkapan lainnya. Namun, di tangan 3 pengusaha ini bambu bisa disulap menjadi berbagai barang yang memiliki nilai jual tinggi. Bahkan omzet per bulan yang dihasilkan dari usaha berbahan dasar bambu tersebut mencapai angka ratusan juta.

Lalu, siapa saja 3 pengusaha tersebut? Simak ulasan yang telah dihimpun indotrading.com berikut ini:

  1. Harry Anugrah Mawardi (Amygdala Bamboo)

Berawal dari penelitian di kampusnya dulu, pria berusia 29 tahun ini tertarik menggeluti bisnis berbahan dasar bambu. Saat itu, Harry melakukan penelitian untuk mengembangkan desain kerajinan bambu yang ada di wilayah Jakarta Barat. Namun, ia kurang merasa puas karena hasil akhir penelitiannya hanya berupa paper dan prototype.

Foto: Pemilik Amygdala Bamboo Harry Anugrah Mawardi/Dok: Pribadi

Foto: Pemilik Amygdala Bamboo Harry Anugrah Mawardi/Dok: Pribadi

“Bisnis ini berawal dari keterlibatan saya di penelitian-penelitian akademis untuk program studi Desain Produk ITB mengenai pengembangan desain produk kerajinan bambu. Dari sana saya melihat besarnya potensi pengrajin bambu Indonesia untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar global,” tutur Harry.

Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain angkatan 2009 ini mulai mengembangkan bisnis bambunya sejak tahun 2013. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, usaha yang diberi nama Amygdala Bamboo ini pun berhasil menarik minat masyarakat luas.

Motivasi Harry untuk berkecimpung dalam bisnis bambu ini pun bukan semata-mata hanya didasari alasan untuk mendapatkan keuntungan. Lebih dari itu, Harry ingin membuktikan bahwa desain dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Ia percaya bahwa dengan desain yang menarik, produk yang biasa saja dapat disulap menjadi produk luar biasa.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

“Karena saya ingin menunjukkan pada desainer lainnya, bahwa desain pun dapat memberikan manfaat nyata pada masyarakat desa. Sehingga bisnis ini dipilih dikarenakan dapat menerapkan Human Centered Design secara nyata untuk konsumen dan produsen,” kata Harry.

Untuk membangun usahanya ini, Harry hanya mengeluarkan modal sebesar Rp 1 juta. Uang tersebut berasal dari uang pribadi Harry. Produk yang dihasilkan pun cukup variatif, mulai dari perlengkapan rumah tangga, furniture, hingga perhiasan. Harga yang ditawarkan pun cukup beragam, mulai dari Rp50.000 hingga Rp2,2 juta.

“Banyak sekali macamnya, seperti home decor, lampu, kursi, tableware, perhiasan, tas, bahkan pintu,” sebutnya.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Produk-Produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Mayoritas produk-produk yang dihasilkan Amygdala Bamboo dibuat secara handmade. Selain mengutamakan segi kualitas, Harry juga sangat memperhatikan kualitas produknya. Ia pun berhasil mengantongi omzet ratusan juta setiap bulannya.

“Sudah, omzet Rp 200-300 juta/tahun dengan jumlah 8 ketua kelompok pengrajin,” terang Harry.

Kualitas yang tinggi tak hanya membuat produk Harry laris manis di dalam negeri, namun juga di luar negeri. Bahkan sejak tahun 2015, Harry sudah mulai mengekspor produk-produk berbahan dasar bambunya ke berbagai negara, mulai dari Singapura hingga Korea.

“Di luar negeri itu ke Australia, Jepang, Korea, Malaysia, dan Singapura,” pungkas Harry.

Baca selengkapnya: Dari Bambu, Harry Raup Omzet Ratusan Juta dan Bikin Orang Jepang Kaget

  1. Adang Muhidin (Indonesian Bamboo Community)

Jika Harry berhasil menyulap bambu menjadi berbagai jenis alat perlengkapan rumah tangga, Adang Muhidin berhasil melakukan inovasi dengan membuat alat mudik dari bambu.

Foto: Pemilik usaha Indonesian Bamboo Community (IBC), Adang Muhidin/Dok: indotrading.com

Foto: Pemilik usaha Indonesian Bamboo Community (IBC), Adang Muhidin/Dok: indotrading.com

Bisa dibilang Adang memulai usahanya ini dengan modal nekad. Pasalnya, pria kelahiran Bandung, 21 Januari 1974 ini sama sekali tidak memiliki latar belakang musik. Bahkan, ia mengaku tidak bisa memainkan alat musik sedikitpun.

Basic saya tidak ada sama sekali musik. Saya lulusan atau alumni logam, jadi ilmu logam saya terapkan ke bambu,” ungkap Adang.

Modal yang digunakan untuk membangun bisnis ini pun hanya Rp100.000. Uang tersebut ia gunakan untuk membeli beberapa perlengkapan seperti bor, baut, obeng, serta alat-alat lainnya.

“Saya masih ingat waktu itu modalnya Rp 100 ribu. Itu beli bahan-bahan untuk membuat alat musik,” sebutnya.

Meski awalnya menemui banyak kendala, berkat keuletannya bisnis yang diberi nama Indonesian Bamboo Community ini pun terus berkembang. Hingga sekarang, Adang sudah menjual ribuan produknya ke seluruh Indonesia.

Foto: Pemilik usaha Indonesian Bamboo Community (IBC), Adang Muhidin/Dok: indotrading.com

Foto: Pemilik usaha Indonesian Bamboo Community (IBC), Adang Muhidin/Dok: indotrading.com

Selain itu, Adang pun memasang harga yang cukup mahal untuk produk-produk yang dibuatnya seperti gitar, bass, biola, saxophone, dram, selo, dan kecapi. Produk-produknya yang paling murah dijual dengan harga Rp 7 juta.

“Kalau gitar itu harganya dimulai dari Rp 7 juta sampai tak terhingga,” ucap Adang.

banner-1-01

Harga tinggi yang dipatok Adang tersebut memang sebanding dengan tingkat kesulitan pembuatannya. Selain itu, kualitas produk-produk Indonesian Bamboo Community pun tak perlu diragukan lagi. Berkat konsistensi dalam menjaga kualitas, Adang pun sudah berhasil mengekspor produk-produk buatannya ke berbagai negara.

Alhamdulillah alat musik kami sudah menyebar ke 12 negara. Yang paling jauh itu ada Meksiko, Belgia, Prancis, Yunani, Rumania, Amerika, Inggris, Jepang, India, Malaysia, Filipina,” kata Adang.

Foto: Drum bambu buatan Adang Muhidin/Dok: indotrading.com

Foto: Drum bambu buatan Adang Muhidin/Dok: indotrading.com

Tak hanya diekspor ke berbagai belahan dunia, produk-produk Adang pun banyak dibeli oleh artis-artis ternama Indonesia. Adang mengatakan bahwa produk buatannya pernah dibeli oleh Iwan Fals dan musisi-musisi lainnya. Bahkan, ada juga musisi luar negeri yang pernah membeli gitar buatannya.

Adang juga mengatakan bahwa bambu sangat melimpah di Indonesia. Namun, keberadannya kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk itu, Adang mengajak masyarakat untuk bisa memanfaatkan bambu.

“Bambu di Indonesia itu sangat melimpah dan kurang dimanfaatkan lebih oleh masyarakatnya. Yang pasti semua adalah bambu, bukan ranting atau kayu. Kita manfaatkan bambu yang ada di Indonesia tapi jangan lupa menanam juga,” pungkas Adang.

Baca selengkapnya: Laku Dibeli Kolektor Hingga Menteri, Gitar Bambu Adang Juga Sampai ke 12 Negara

  1. Afrizal Rahadian Sodiq (Batik Geek)

Semakin maraknya perkembangan ponsel saat ini rupanya menjadi berkah tersendiri bagi Afrizal. Ia lantas berpikir untuk membuat usaha aksesoris ponsel. Dibantu dengan rekannya Nurlita, Afrizal pun akhirnya membuat usaha casing ponsel yang berbahan dasar bambu yang diberi nama Batik Geek.

Foto: Afrizal dan Nurlita pencetus usaha Batik Geek/Dokumen pribadi Afrizal Rahadian Sodiq

Foto: Afrizal dan Nurlita pencetus usaha Batik Geek/Dokumen pribadi Afrizal Rahadian Sodiq

Produk Batik Geek ini bukanlah bisnis pertama yang dibuat Afrizal. Sebelumnya, ia sudah mencoba berjualan berbagai jenis produk.

“Sebelumnya tahun 2009 kami sudah mulai berjualan online berbagai produk, salah satunya aksesoris handphone. Di tahun 2012 kami ingin lebih serius dan melakukan sedikit researchdan brainstorming. Kebetulan saat itu di kuliah ada tugas untuk membuat business plan. Jadi kami memanfaatkan momen itu untuk menggarap business plan yang nantinya bisa diwujudkan,” kata Afrizal.

Produk casing Batik Geek buatan Afrizal pun diikutkan dalam perlombaan Entreprenurstar 2012 yang diselenggarakan oleh SBM ITB di Jakarta. Pemilihan bahan dasar bambu ini bukan tanpa alasan.

Menurut Afrizal, bambu merupakan bahan yang ramah lingkungan serta mudah didapatkan di Indonesia. Selain itu, ia juga menggunakan motif-motif batik dan etnik dalam produknya. Berkat hal-hal ini, produk Batik Geek buatan Afrizal pun berhasil mendapatkan juara kedua. Uang sebesar Rp 3 juta yang didapatkannya akhirnya digunakan untuk mematangkan konsep bisnis.

Foto: Casing ponsel motif kain ulos/Dokumen pribadi Afrizal Rahadian Sodiq

Foto: Casing ponsel motif kain ulos/Dokumen pribadi Afrizal Rahadian Sodiq

“Setelah menang, kami menggunakan hadiah dari kompetisi tersebut untuk riset dan mematangkan produk. Di sekitar bulan Juni 2012 kami mencoba melakukan test market di internet dan ternyata responnya di luar dugaan.” paparnya.

Pemilihan motif batik dalam produk casing ponselnya memang bukan tanpa alasan. Melalui produk tersebut, Afrizal ingin mencoba melestarikan desain dan motif khas Indonesia ke dunia luar. Hal ini tentunya menjadi nilai tambah tersendiri bagi Batik Geek.

“Pada tahun 2011-2012 di Indonesia sedang marak motif-motif Aztec atau tribal. Banyak sekali produk-produk yang mengadopsi motif tersebut yang membuat kami tertarik. Saat travelling ke beberapa daerah di Indonesia, kami menyadari bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi. Indonesia memiliki banyak desain motif dan icon-icon yang menganggumkan dari Sabang sampai Merauke. Kami ingin masyarakat khususnya Indonesia, dan global peduli dengan hal tersebut dan ikut melestarikannya sebagai warisan leluhur,” tuturnya.

Selain itu, casing ponsel buatan Afrizal juga telah diekspor ke beberapa negara di kawasan seperti Malaysia, Jepang, dan Korea. Tak hanya Asia, produk Batik Geek juga telah merambah pasar Eropa dan Amerika seperti Belanda, Swiss, Prancis, Jerman, Inggris, dan Kanada.

“Kami juga mempunyai Reseller di Jerman. Selain itu kami juga terpilih menjadi salah satu produk yang dibawa oleh Walikota Bandung, Ridwan Kamil dalam projek “Little Bandung” di Paris,” sebutnya.

Afrizal bersama Nurlita terus mengembangkan produk-produk Batik Geek. Tak hanya kualitas, keunikan desain serta motif-motif produk buatannya pun senantiasa dijaga. Hasilnya, kini Afrizal mengaku mampu mengantongi omzet per bulan hingga Rp 100 juta.

“Pada awal, kami hanya bermodalkan uang dari hasil lomba business plan sebesar Rp 3 juta. Saat ini kami memiliki omzet sekitar Rp 50-100 jutaan per bulan,” pungkas Afrizal.

Baca selengkapnya: Modal Rp 3 Juta, Kini Afrizal Raup Rp 100 Juta/Bulan Jual Casing Ponsel

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top