Pelemahan harga minyak mentah dunia turut memberikan imbas pada kondisi perekonomian dunia. Lalu, bagaimana konsekuensi peristiwa hal itu terhadap bisnis UKM?
Penurunan harga minyak mentah dunia dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir ini telah menjadi perhatian masyarakat internasional. Tempo hari bahkan harga minyak mentah dunia sempat mencapai harga US$ 30 per barel sehingga menjadi harga minyak mentah dunia terendah dalam beberapa dekade terakhir. Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan yang sangat drastis jika kita bandingkan dengan kondisi pada tahun 2008 yang harganya sempat mencapai US$ 110 per barel. Tentu saja hal ini berpengaruh kepada kondisi perekonomian nasional maupun internasional. Jika diteliti lebih lanjut, seberapa signifikan kondisi tersebut mempengaruhi perekonomian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia?
SUPPLY-DEMAND
Membicarakan imbas penurunan harga minyak dunia terhadap kondisi perekonomian tak terlepas dari hukum supply-demand dalam sistem ekonomi. Hasil produksi Minyak di Amerika Serikat, Saudi Arabia, Nigeria, Irak, Kanada, dan Rusia sebenarnya terus-menerus naik. Amerika Serikat mampu memproduksi minyak mentah sebanyak dua kali lipat sepanjang tahun 2015 untuk kebutuhan impor dalam mencari pangsa pasar yang baru.
Perlu diketahui bahwa pangsa pasar terbesar minyak mentah Amerika Serikat berada di kawasan Asia. Sementara di sisi lain, produksi minyak mentah Arab Saudi, Nigeria, dan Aljazair yang dulu menjual minyaknya untuk Amerika Serikat secara tiba-tiba menjual minyaknya untuk pasaran Asia juga. Banyaknya supply minyak mentah di pasaran akhirnya mengakibatkan harga minyak mentah mengalami penurunan harga secara signifikan.
Negara seperti Rusia yang saat ini sedang mengalami problem ekonomi pun masih terus melakukan eksplorasi minyak mentah. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa penurunan harga yang terjadi saat ini disebabkan karena adanya kelebihan produksi minyak dunia (high supply) sedangkan jumlah permintaan (demand) lebih sedikit. Daya tawar sebuah produk selalu menjadi rendah ketika garis supply dalam kurva lajunya lebih tinggi ketimbang garis demand.
Baca juga: 4 Perusahaan paling Kontroversial di Dunia
UKM
Ekonom Universitas Indonesia Rizal Edi Salim mengatakan kepada TEMPO bahwa pemerintah sebaiknya memberlakukan harga baru untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring dengan penurunan harga minyak mentah dunia. Menurutnya jika hal ini bisa direalisasikan, perekonomian domestik bisa lebih produktif karena momentumnya tepat. “Prinsipnya memberi keadilan bagi masyarakat sekaligus memberi sinyal kehadiran negara di tengah masyarakat. Ketika minyak dunia naik, harga dinaikkan. Ketika minyak dunia turun malah didiamkan,” kata Rizal dalam Diskusi Energi Kita di Hall Dewan Pers Jakarta, 14 Februari 2016.
Ketika harga BBM pun diturunkan, masih menurut Rizal, harga produksi tidak serta-merta juga langsung turun. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan para pengusaha sudah terlanjur melakukan pembelian bahan baku untuk proses produksi ketika harga BBM sedang naik. Para pengusaha akan merugi jika menurunkan harga jadi barang yang notabene menggunakan bahan baku yang dibeli saat harga BBM sedang naik. Tak heran apabila kita seringkali menemui ketika harga BBM naik, maka harga kebutuhan pokok akan naik, ketika harga BBM turun, harga kebutuhan pokok tidak lantas turun.
Kalau diteliti lebih lanjut, sebenarnya penurunan harga minyak mentah dunia ini justru akan menguntungkan negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia. Para trader akan dengan senang hati membeli minyak mentah dalam jumlah besar karena harganya yang murah di pasaran internasional. Tentunya pembelian ini dilandaskan pada kepercayaan bahwa krisis akan berlalu seiring waktu.
Para trader tentunya mengharapkan keuntungan yang besar dari selisih harga jual minyak mentah dari harga yang mereka beli sekarang dengan harga jual di masa yang akan datang saat harga minyak dunia sudah kembali normal. Perusahaan trading sendiri bukanlah perusahaan UKM. Jadi bisa dikatakan bahwa dampak positif yang bisa diterima oleh bisnis UKM dengan adanya penurunan harga minyak dunia kali ini sangatlah kecil. Bisnis UKM hanya bisa mendapatkan keuntungan dari penurunan harga minyak mentah dunia apabila pemerintah melakukan justifikasi terhadap keadaan saat ini, misalnya dengan menetapkan suku bunga pinjaman modal yang rendah sambil mengatasi permasalahan fiskal.
Baca juga: 7 Perusahaan Raksasa Indonesia yang Berinvestasi di Bidang Start-up
KERUGIAN
Pihak utama yang justru paling dirugikan dengan adanya penurunan harga minyak dunia ini adalah negara. Penerimaan APBN negara dari pos-pos minyak bumi, terutama dari perusahaan BUMN, akan berkurang dengan drastis. Langkah yang diambil pemerintah untuk menutupi kekurangan pendapatan tersebut tidak akan jauh dari pemberlakuan kebijakan pengetatan penerimaan pajak.
Harus diakui bahwa tax ratio Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga masih tertinggal. Upaya pengendalian pemerintah melalui pajak juga dilakukan untuk mencegah terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar di pasar. Apalagi jika melihat tren minyak dunia yang sedang terpuruk, akan ada banyak trader yang berlomba-lomba untuk membeli kuota minyak mentah dalam jumlah yang besar. Jika uang rupiah terlalu banyak beredar di pasar, inflasi justru akan berbalik mengancam dan rakyat bisa terkena bumerang dari siklus ini.
Jika dilihat dari latar belakang peristiwanya, ketika harga minyak mentah dunia mengalami kemerosotan maka nilai tukar dollar AS cenderung akan menguat, begitu juga yang terjadi sebaliknya. Tentu kita masih ingat, di tahun 2008 ketika harga minyak mentah dunia berada di level US$ 110 per barel, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hanya di kisaran Rp9.000,00. Sementara saat ini keadaannya berbalik, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di kisaran Rp13.000,00 dan harga minyak dunia berada di level US$ 30.72 per 16 Februari 2016.
Di sisi lain, Indonesia memiliki kemiripan dengan Jepang dalam kasus ini. Indonesia dan Jepang seringkali mematok nilai tukar mata uangnya dalam level rendah untuk menggenjot perekonomian di dalam negerinya sehingga ketika harga minyak dunia merosot, mereka harus tetap membayar lebih sebagai dampak dari penguatan nilai tukar dollar AS. (leo/editor: erlin)