Banyak usaha kuliner yang menawarkan cita rasa unik dan sensasi makan yang berbeda untuk menarik hati para pelanggan. Namun apa jadinya jika ada kafe yang menawarkan sensasi makan langsung dari jamban?
Ya, sensasi makan langsung dari jamban ini dapat dinikmati di Kafe Jamban. Kafe unik yang dirintis sejak Maret 2016 ini digagas oleh Budi Laksono, seorang dokter yang juga Dosen Universitas Diponegoro Semarang.
Sesuai namanya, keunikan konsep Kafe Jamban bisa dilihat dari perabot yang terbuat dari kloset dan jamban. Di sini, pengunjung akan merasakan sensasi makan yang berbeda karena mereka bisa makan dan minum yang disajikan di jamban sembari duduk di atas kloset.
Kloset yang dipakai merupakan kloset bersih yang belum pernah dipakai sebelumnya. Sementara sajian yang biasanya disajikan biasanya berupa bakso atau mie yang tidak memerlukan modal yang cukup banyak.
Ide membuat Kafe Jamban ini diakui Budi berasal dari merebaknya kafe-kafe yang bermunculan sebagai tempat makan, diskusi, atau sekadar nongkrong. Kafe ini juga difungsikan sebagai tempat diskusi dengan para calon donatur atau orang-orang yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai program jambanisasi yang dikampanyekan Budi dan kawan-kawan.
Selain sebagai tempat kumpul, kafe ini juga bertujuan untuk menguatkan jasa layanan socioecotourism. Socioecotouris ialah jasa wisata sosial dan ekologi dimana wisatawan akan diundang ke lapangan langsung untuk membangun jamban bagi keluarga yang membutuhkan fasilitas MCK. Hingga saat ini, sudah lebih dari 176.000 jamban yang berhasil dibangun di seluruh Indonesia.
“Kafe jamban ini bukan semata-mata bisnis, tetapi media kumpul, diskusi, dan pendidikan mahasiswa kesehatan masyarakat. Kafe ini memperkuat bisnis wisata kami yaitu socioecotourism,” ujar Budi kepada indotrading.com Rabu, (13/7/2016).
Budi mengatakan bahwa bisnis ini bisa dibilang tanpa modal karena menggunakan kloset sumbangan sebagai tempat duduk. Sementara sajian yang biasanya disajikan biasanya berupa bakso atau mie yang tidak memerlukan banyak modal.
Namun bapak empat orang anak ini juga menceritakan sejak bisnisnya ini ditayangkan di sejumlah media, banyak orang yang mencemooh atau melakukan bully kepadanya. Tak sedikit juga yang akhirnya datang ke kafenya karena penasaran.
“Ketika ditayang di media masa, banyak yang bully dan cemooh. Tapi sebagian juga penasaran dan datang,” kenang Budi.
Baca juga: Ivan Diryana: Mantan ‘Teknisi’ Peracik Bisnis Rendang Nenek
Gabungkan Bisnis dan Gerakan Sosial
Budi menjelaskan bahwa konsep bisnis Kafe Jamban ini ialah nirlaba sehingga tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kafe Jamban merupakan media kampanye gerakan jambanisasi untuk menarik perhatian para donatur. Setelah dijelaskan, masyarakat pun akhirnya memahami tujuan mulia dibalik kafe jamban yang dianggap menjijikkan bagi sebagian orang ini.
“Konsep dasarnya adalah nirlaba, maka keuntungan didistribusikan kembali untuk program WC4ALL kami,” tekan Budi.
Selama belasan tahun, Budi bersama rekan sesama dokter lainnya menggalakkan Gerakan Jambanisasi WC4All atau yang bisa diartikan sebagai ‘WC untuk semua orang’ di Kota Semarang dan sekitarnya. Di awal, ia dan teman-temannya mampu membangun 1.000 jamban. Namun akhirnya lebih banyak donatur, universitas, bahkan Pemkot Semarang yang memberikan sumbangan sehingga hingga kini sudah ada 10.000 jamban yang berhasil dibangun.
Budi juga aktif sebagai pengurus di Yayasan Wahana Bakti Sejahtera (YWBS) yang membantu masyarakat untuk membangun jamban serta memberikan bantuan berupa kloset, semen, pasir, splits, dan besi beton.
“Yayasan kami bergerak membantu keluarga tanpa jamban untuk membuat jamban. Kami memberikan penyuluhan, motivasi, pengetahuan bagaimana membuat jamban, dan pentingnya membuat jamban dari berbagai sudut,” kata Budi.
Dengan adanya Kafe Jamban ini, Budi berharap dapat menyadarkan lebih banyak orang mengenai arti pentingnya jamban sebagai sarana Mandi Cuci Kakus (MCK). Selain itu, ia juga berharap dapat membangun lebih banyak jamban lagi untuk warga yang membutuhkan.
Baca juga: Hebat! Surya Agung Saputra Berhasil Terbangkan Salak Pondoh Hingga ke China
Penulis : Erlin Dyah Pratiwi, Editor : Wiji Nurhayat