Siapa yang tidak mengenal produk Kerupuk Finna? Kerupuk yang dikenal baik masyarakat Indonesia itu memiliki rasa udang yang gurih dan renyah.
Kerupuk Finna adalah bagian dari produk yang dihasilkan perusahaan Sekar Group. Di tahun ini, Sekar Group memasuki usia ke-50, usia emas yang bisa dicapai sebuah perusahaan.
Ada sosok penting dibalik kesuksesan perusahaan Sekar Group. Dia adalah Harry Susilo. Harry menceritakan bagaimana Sekar Group bisa berdiri dan bertahan hingga kini. Perusahaan yang saat ini menggurita berkat ekspor produk hasil laut seperti udang dan ikan itu sudah ada sejak tahun 1966.
Dikutip dari halaman Kompas, Rabu (15/6/2016), Harry menceritakan bagaimana proses dia membangun usaha Sekar Group. Bisnis yang dirintisnya bermula dari usaha rumahan kerupuk udang di kampung halaman di Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca juga: Modal Rp 3 Juta, Kini Afrizal Raup Rp 100 Juta/Bulan Jual Casing Ponsel
Pada saat itu, Harry menuturkan kehidupannya di tahun 1966 cukup sulit. Di tahun itu dia bercerita, sang ayah, Wiyoto terkena stroke di usia ke 51 tahun. Harry dan ke 11 saudaranya hidup seadanya pada sebuah rumah yang bukan milik sendiri yang hanya memiliki 4 kamar.
Namun di saat itu juga, teman dari sang ayah datang menjenguk dan meminta Harry bekerja dengannya. Pekerjaan yang ditawarkan adalah mengumpulkan ikan dan dijual ke Singapura.
“Dari penjualan itu banyak yang bisa dimanfaatkan. Ikan dan udang setelah dikemas ada yang kulitnya rusak dan bentuknya tidak bagus. Ini kemudian dibuat kerupuk,” tuturnya.
Harry mengatakan saat itu di Sidoarjo juga banyak tempat usaha yang memproduksi kerupuk udang. Bahkan, sang ayah ternyata juga pernah membuat kerupuk.
“Ternyata dalam keadaan susah, orang belum kerja, saya kerja duluan. Itu membawa keuntungan. Saya merasa menjadi pionir (dalam hal penjualan ikan dan udang),” katanya.
Usaha produksi kerupuk udang Harry semakin berkembang. Harry juga aktif memasarkan produknya dengan mengikuti pameran baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Selain itu, ketika ada delegasi untuk meningkatkan perdagangan dengan Eropa dan Amerika atau negara lain, kami selalu diminta ikut. Kalau di Indonesia dari semua rumah tangga, hampir 87% punya kerupuk di rumah. Masyarakat Indonesia secara tidak langsung ikut mempromosikan kerupuk,” tuturnya.
Siapa sangka, usaha yang digelutinya terus mengalami grafik yang meningkat. Tidak hanya kerupuk, usaha Harry kemudian berkembang. Harry juga mulai menggeluti bisnis makanan olahan ikan, sambal hingga bumbu. Produknya bahkan sudah diekpor ke 36 negara seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, serta negara-negara Eropa, Asia-Afrika dan Timur Tengah.
Seiring waktu, perusahaan merambah lini usaha lain seperti produksi makanan kering dan olahan beku, agrobisnis seperti perkebunan mete dan budidaya hasil laut, produksi pakan udang dan ikan, logistik dan distribusi, properti dan resor, serta pertambangan. Total ada 30 perusahaan dengan 1.000 jenis produk yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 10.000 orang. Tetapi yang paling dikenal adalah kerupuk udang Finna, yang menjadi payung merek berbagai jenis usaha lainnya.
Sukses menggarap bisnis selama 50 tahun bukan tanpa hambatan. Harry mengaku butuh kerja keras dan usaha extra agar Sekar Group bisa berdiri hingga sekarang.
“Tidak gampang menjalani usaha hingga 50 tahun. Banyak gelombang dan topan. Modal pertama adalah kekuatan cinta dari ibu saya, lalu dalam bisnis keluarga ini yang pertama harus ada keseimbangan. Yang kedua kerja itu harus tulus dan berintegritas. Dua hal ini yang untuk mempertahankan Sekar Group menjadi satu kesatuan dalam kejujuran, kesetiaan, dan kemampuan untuk bisa memaafkan orang lain,” paparnya.
Baca juga: Buka Bisnis Jasa Pembersih Sepatu, Tirta Kantongi Omzet Jutaan Rupiah
Bagi Harry, kunci sukses lainnya dalam membangun usaha adalah mau menjalin hubungan dengan banyak orang. Dia kemudian menjelaskan apa saja konsep ‘Tujuh Lapis’ yang menjadi faktor penting kesuksesan dalam karirnya.
1. Saya bergaul dengan olahragawan sehingga saya mengenal sportivitas,
2. Para pengusaha mau bertukar pikiran,
3. Para pejabat pemerintah karena ekonomi dan politik ada sangkut pautnya,
4. Para profesional seperti dokter, akunting, praktisi hukum mereka punya ilmu yang dibutuhkan untuk usaha,
5. Kelompok agama apa saja yang harus dihormati,
6. Para seniman untuk menimbulkan inspirasi baru,
7. Keluarga, karena mereka bisa mengoreksi saya.
Saat ini, Harry sebetulnya sudah pensiun dan ingin menikmati alam. Namun ia sekarang memiliki satu kesibukan yaitu membagi pandangannya mengenai etika bisnis ke seluruh dunia melalui The Susilo Institute for Ethics ini the Global Economy. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang menjadi bagian dari Boston University, Amerika Serikat yang berdiri sejak 2014.
“Indonesia punya masyarakat yang beragama dan bisa mengendalikan diri sendiri. Paling penting juga pemerintah sudah berkomitmen dan mengusung revolusi mental. Saya sendiri optimis, Indonesia sudah punya banyak pemimpin bagus,” pungkasnya.
Sumber : Kompas
Editor : Wiji Nurhayat