Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia modern saat ini. Internet digunakan baik untuk mencari informasi lalu lintas, mendapatkan perkembangan berita terkini, chatting dengan teman, mengunduh aplikasi, mengunggah foto ke akun media sosial, dan lain sebagainya. Sedemikian besarnya ketergantungan seseorang terhadap internet sehingga saat ini banyak orang yang akan lebih panik jika ponsel pintar atau tabletnya tertinggal di rumah daripada kalau dompet yang tertinggal.
Walaupun penetrasi internet di Indonesia sudah termasuk cukup tinggi (125 juta orang ditargetkan Kemkominfo akan memiliki akses internet di tahun 2015 ini), kecepatan rata-rata untuk unduh dan unggah internet di Indonesia tergolong masih rendah. Dari sebuah survey tentang peringkat global yang dilakukan oleh Ookla, sebuah perusahaan global yang bergerak di bidang pengujian pita lebar dan aplikasi diagnosis untuk jejaring, kecepatan internet di Indonesia hanya berada di posisi ke-9 dari 10 negara ASEAN di tahun 2014.
Kecepatan internet di Indonesia hanya mencapai 4,2 Mbps (Megabytes per detik) di bawah Laos dengan 4,3 Mbps dan hanya lebih baik dari Filipina dengan 3,5 Mbps. Dalam peringkat global, Indonesia hanya menduduki posisi ke-148 dunia. Bisa dibayangkan betapa lambatnya kecepatan internet di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.
Singapura menempati peringkat teratas di ASEAN dengan kecepatan rata-rata 65 Mbps disusul Thailand dengan 17,9 Mbps dan Vietnam dengan 13,7 Mbps. Sebagai perbandingan, tiga negara macan Asia berada pada peringkat 50 besar global. Masing-masing adalah Korsel dengan kecepatan 52,9 Mbps (peringkat 4 dunia), Jepang dengan 41,1 Mbps (ke-9 dunia), dan Tiongkok dengan 19 Mbps (ke-45 dunia).
Baca juga : Inilah 5 Negara Pengembang Aplikasi Android Terbesar di Dunia
Dari berbagai penelitian empiris, telah dibuktikan bahwa kecepatan internet berkolerasi positif dengan pendapatan per kapita, akses ke informasi berkualitas, dan tingkat inovasi suatu negara. Percepatan pembangunan infrastruktur pita lebar, khususnya yang fixed, mendesak agar kecepatan internet Indonesia bisa masuk peringkat menengah, paling tidak di kawasan ASEAN. Hal yang ironis adalah walaupun kecepatan internet di Indonesia rendah, orang Indonesia termasuk aktif berselancar di internet, khususnya untuk keperluan akses ke media sosial.
Perusahaan riset pasar e-marketer baru-baru ini mengeluarkan laporan yang menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-3 di dunia dari segi jumlah pengguna Facebook (FB) di bawah Amerika Serikat dan India. Namun, dari segi jumlah pengguna yang mengakses akun FB melalui ponsel pintarnya, Indonesia menduduki peringkat pertama dunia dengan 88,1% dan diperkirakan akan mencapai 92,4% di tahun 2015. Bisa jadi pola akses yang sama terjadi juga pada media sosial lainnya, seperti Twitter, Instagram, path, dan lain-lain.
Jakarta dan Bandung bahkan kerap menduduki peringkat top di antara kota-kota di dunia dari segi jumlah cuitan melalui Twitter. Boleh jadi karena akses internet melalui ponsel dengan mengandalkan pita nirkabel menjadi modus yang dominan di Indonesia dibandingkan melalui pita lebar yang fixed, maka karakteristik materi yang diunduh dan diunggah pun adalah materi yang ‘ringan dan lucu’.
Bisa dibayangkan apa jadinya jika kecepatan internet yang nantinya meningkat cepat tidak dibarengi dengan perbaikan kualitas substansi materi yang diunduh, diunggah, dan diteruskan (forward) oleh dan antarpenduduk Indonesia.
Internet yang cepat seharusnya digunakan untuk mendapatkan informasi akurat dan bermanfaat bagai penguasaan pengetahuan, sains, kemampuan berbahasa asing, dan kualitas komunikasi antar pengguna internet. Infrastruktur internet cepat jangan hanya dimanfaatkan untuk saling pamer foto konsumtif, berkicau tanpa substansi, dan narsisme kebablasan yang notabene hanya merupakan penyaluran ekspresi kepentingan sesaat.
Artikel di atas merupakan tulisan Asnan Furinto (Marketing Scientist, Pengamat Strategi dan Kebijakan Publik) yang dimuat dalam Majalah Marketing Edisi Oktober 2015