Masalah hubungan industrial adalah masalah yang sangat sensitif dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini. Dalam beberapa tahun terakhir buruh secara berkelanjutan menuntut pemerintah untuk menaikkan Upah Minimum Regional (UMP) di wilayahnya masing-masing. Bisa dipahami mengapa buruh lebih memilih untuk berdemonstrasi menuntut kenaikan upah kepada pemerintah ketimbang harus bernegosiasi langsung dengan para pengusaha. Hal ini terkait dengan kesalahan persepsi dan prasangka yang sudah lama tertanam antara buruh dan pengusaha.
Pengusaha menganggap buruh sudah mendapatkan upah yang layak, sedangkan buruh menganggap sebaliknya. Sudah beberapa kali isu nasional mengenai kenaikan upah ini terangkat melalui media-media besar dan tidak jarang menimbulkan kontradiksi dari kalangan masyarakat, akademisi, dan pemerintah.
Banyaknya tuntutan yang dilayangkan oleh buruh kepada pengusaha membuat segelintir kalangan pebisnis memelintir bahasa UUD’45 yang menyatakan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” menjadi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh pengusaha”. Menurut para pengusaha, pemerintah menginginkan kemakmuran warga negaranya melalui tangan para pengusaha, bukan melalui kantong APBN.
Di sisi lain, pengusaha yang masih berada dalam skala kecil dan menengah ada juga yang tidak mematuhi peraturan dengan membayarkan gaji kepada pegawainya di bawah ketentuan UMR. Dalam hal ini, sikap yang netral tetap harus dikedepankan agar tidak terlihat tendensius.
Baca juga : Begini Struktur Upah Baru yang Ditetapkan oleh Pemerintah
Sementara itu, diperlukan payung hukum yang jelas untuk menanggulangi masalah perselisihan hubungan industrial seperti ini. Pemerintah sendiri sebenarnya sudah mengatur payung hukum untuk masalah perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU di bawah ini :
- UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU nomor 21 tahnu 2000 tentang Serikat Buruh
- UU nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial
Berdasarkan UU yang sudah dicantum diatas sebenarnya tiga pihak yang terkait (pemerintah, buruh, dan pengusaha) diatur untuk mampu melakukan negosiasi yang dapat menghasilkan win-win solution. Hubungan industrial sendiri merupakan sebuah hubungan yang terbentuk akibat dari adanya proses produksi barang/jasa yang terdiri dari pengusaha, buruh, dan pemerintah.
Indonesia sendiri memiliki ciri khas dalam sistem perekonomian dan iklim investasinya dimana pemerintah mempunyai peran yang sangat kuat dalam menentukan kebijakan publik. Berbeda halnya dengan negara-negara yang menganut paham ekonomi liberal. Hal itulah yang membuat kekuatan buruh di Indonesia sangat kuat dan mereka cenderung untuk melakukan penuntutan terhadap pemerintah terlebih dahulu dibandingkan negosiasi langsung dengan pengusaha.
Dalam melaksanakan hubungan industrial, fungsi dari masing-masing pihak yang terkait antara lain: Pengusaha mempunyai fungsi sebagai pengembang usaha, menciptakan jejaring bisnis, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan kepada pekerja.
Serikat pekerja mempunyai fungsi untuk memajukan perusahaan dengan menjalankan kewajiban yang diberikan kepadanya, mengembangkan keahliannya, menyalurkan aspirasi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya; dan Pemerintah yang kemudian berfungsi sebagai penentu kebijakan publik, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Jika masing-masing pihak sudah mengetahui fungsinya masing-masing maka mengapa tindakan seperti demonstrasi buruh yang menuntut kenaikan upah terus saja berdatangan? Pertama, masalah seperti ini sebenarnya tidak akan selesai dengan hanya menggunakan analisis sebanyak dua lembar dan sebuah teori tentang penyelesaian hubungan industrial.
Masalah perselisihan hubungan industrial melibatkan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi salah satu pihak yang terkait dalam hubungan tersebut menjadi terganggu, misalnya ketika pemerintah menetapkan kebijakan paket ekonomi jilid IV. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut sepertinya diajukan untuk tidak membebani pengusaha yang selama ini selalu mengeluh dengan perubahan kenaikan upah tiap tahunnya.
Akhirnya buruh merasa kebijakan tersebut tidak adil berakibat adanya demonstrasi menuntut renegosiasi terhadap kebijakan tersebut. Perlu untuk diketahui bersama bahwa demonstrasi ialah hak bagi warga negara. Demonstrasi justru menunjukkan bahwa negara tidak memerintah secara otoriter. Walaupun selalu diawali dengan demonstrasi, namun pada akhirnya selama ini penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial selalu berakhir di meja perundingan.
Dalam sebuah negara demokrasi kita tidak boleh menganggap bahwa demonstrasi merupakan sebuah hal negatif. Tidak bisa dipungkiri bahwa sampai saat ini masih banyak orang yang mempunyai persepsi tentang demonstrasi sebagai hal yang buruk. Padahal selama ini ketika buruh melakukan demonstrasi jarang sekali ada korban yang berjatuhan akibat dari demonstrasi yang dilakukan oleh mereka (leo).
Sumber : Aprinto, Brian & Fonny Arisandy Jacob. 2013. Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia. Jakarta: PPM Manajemen