Tidak ada satupun bisnis yang terbebas dari persaingan. Persaingan tak selalu berarti negatif. Jika tak ada persaingan bisnis, mungkin tidak akan ada produk yang berkualitas baik. Dalam persaingan bisnis, ada konsep Porter Five Forces. Apakah Rekan Indopreneurs sudah mengetahui apa itu Porter Five Forces?
Konsep Porter Five Forces diciptakan oleh seorang Profesor di Harvard Business School yang bernama Michael E. Porter. Konsep Porter Five Forces akan membantu pemahaman Anda mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persaingan bisnis. Analisis ini dibuat berdasarkan framework yang akurat mengenai kedaaan pasar. Apa saja faktor-faktor tersebut? Simak ulasannya berikut ini:
1. Bargaining Power of Buyers
Faktor ini menganalisis persaingan pasar berdasarkan kekuatan daya tawar yang dilakukan oleh para pembeli. Bisa dikatakan bahwa daya tawar dan daya beli masyarakat merupakan konsep yang ekuivalen atau sama. Daya tawar masyarakat yang tinggi hanya bisa terjadi apabila secara rata-rata masyarakat memiliki jumlah uang yang lebih. Hal inilah yang mengakibatkan persaingan pasar sangat ditentukan oleh kemampuan daya beli masyarakat.
Jika daya beli masyarakat besar, kecenderungan persaingan pasar akan semakin besar. Dari mana kita bisa melihat hal itu? Pertama, pada dasarnya semua bisnis diciptakan atas dasar kebutuhan masyarakat. Jadi, saat masyarakat memiliki kemampuan daya beli yang besar, secara otomatis kebutuhan hidup yang dibutuhkan sehari-hari juga bertambah besar. Kedua, perbedaan kemampuan daya tawar masyarakat akan membuat persaingan pasar semakin ketat.
Sebagai contoh, ada seorang pembeli pasta gigi yang hanya mempunyai uang Rp15.000,00. Sementara itu, pembeli lainnya yang ingin membeli pasta gigi memiliki jumlah uang yang lebih besar, yaitu Rp20.000,00. Perbedaan tingkat daya beli masyarakat tersebutlah yang akan menentukan pilihan masyarakat dalam membeli produk. Ada yang memilih produk pasta gigi A yang lebih murah. Ada pula yang memilih pasta gigi B yang lebih mahal. Hal inilah yang mengakibatkan masing-masing produsen pasta gigi memberikan harga yang berbeda kepada konsumennya.
Baca juga : 8 Langkah Mudah Branding Produk agar Semakin Laris
2. Bargaining Power of Suppliers
Kalau sebelumnya sudah dijabarkan tentang analisis berdasarkan daya tawar para pembeli, di poin ini saya akan menjelaskan mengenai pengaruh daya tawar supplier terhadap persaingan pasar. Supplier memiliki peranan yang penting dalam persaingan pasar. Supplier-lah yang menentukan harga bahan baku mentah sebelum dijadikan produk jadi oleh produsen.
Di dalam persaingan pasar yang ketat, produsen pada dasarnya selalu berusaha mendapatkan supplier yang murah dengan kualitas bahan mentah yang baik. Persaingan dalam mendapatkan supplier yang murah ini juga mempengaruhi harga yang akan diberikan produsen kepada produknya. Jadi semakin murah supplier yang didapatkan produsen, semakin murah juga produk yang dijual oleh produsen sehingga semakin mudah produsen tersebut bersaing untuk mendapatkan “potongan kue” di pasar. Hal ini dilakukan produsen atas dasar efisiensi produksi dan juga bagaimana mereka bisa mengambil keuntungan yang lebih besar jika bisa mendapatkan supplier yang lebih murah.
3. Threat of Substitution
Faktor ketiga yang mempengaruhi kemampuan daya saing pasar ialah ancaman dari produk substitusi atau produk pengganti. Keberadaan produk substitusi di pasaran alasannya sangat beragam. Namun pada dasarnya produk substitusi digunakan sebagai alat untuk menyaingi produk utama di pasar.
Misalnya, beras merupakan produk utama di pasar karena produk ini merupakan makanan pokok orang Indonesia. Namun ada juga sebagian orang yang tidak memakan nasi karena alasan-alasan tertentu, misalnya kesehatan bagi mereka yang menderita diabetes atau mereka yang sedang menjalankan program diet. Maka tak heran ada produk pengganti nasi seperti oatmeal yang dikonsumsi oleh sebagian orang. Oatmeal inilah yang disebut sebagai produk substitusi. Tidak hanya itu ada juga sebagian kalangan masyarakat yang masih menggunakan singkong sebagai produk substitusi dari beras.
Produk substitusi seperti oatmeal dan singkong jika dikonsumsi secara masif oleh masyarakat akan membuat produk utama seperti beras akan kehilangan pangsa pasarnya. Walaupun tidak bisa dipungkiri bagi masyarakat Indonesia, produk unggulan jarang sekali ada yang bisa tergeser oleh kehadiran produk substitusi. Namun, penting untuk diketahui bahwa ancaman ini bisa saja datang sewaktu-waktu tanpa kita duga, misalnya ketika kegagalan panen secara massal terjadi. Faktor-faktor X diluar analisa ekonomi dan bisnis lebih banyak mempengaruhi pergeseran penggunaan produk utama oleh produk substitusi.
Baca juga : Masih Beriklan Konvensional? Ini 4 Alasan untuk Mulai Beriklan di Internet Sekarang
4. Threat of New Entry
Ini menjadi poin terakhir. Ancaman yang datang dari pendatang baru di pasar menjadikan persaingan pasar semakin ketat. Kita bisa menggunakan hukum populasi Thomas Malthus untuk menganalisa hal ini. Jika laju pertumbuhan produsen atau pengusaha lebih tinggi dari laju pertumbuhan pasar, jumlah share atau keuntungan yang akan didapatkan oleh pengusaha akan berkurang. Mengapa demikian?
Analoginya sama dengan sebuah kue pie yang siap disantap, ternyata jumlah orang yang memakan kue pie tersebut bertambah banyak jumlahnya. Dengan adanya hal itu, orang yang tadinya mendapatkan “potongan kue pie” yang lebih besar, harus rela berbagi dengan orang lain karena potongan kue pie yang tersedia tidaklah cukup. Bagi pengusaha atau produsen sendiri, biasanya agak kurang tertarik mengenai bagaimana “memperbesar kue pie” karena biasanya hal ini adalah urusan pemerintah. Pebisnis cenderung lebih suka bersaing untuk “mendapatkan potongan kue pie yang lebih besar”.
5. Competitive Rivalry
Keempat faktor yang telah disebutkan diatas memberikan pengaruh yang berkesinambungan terhadap rivalitas dan kompetisi pasar. Dengan adanya kompetisi pasar, produk atau jasa yang diberikan sebuah perusahaan akan semakin baik dari waktu ke waktu. Setiap perusahaan pasti menyadari bahwa adanya persaingan pasar inilah yang membuat mereka selalu mengintrospeksi diri untuk memperbaiki kelemahan produknya demi mendapatkan jumlah keuntungan yang lebih besar. (leo/editor: erlin)