Economy and Business

Apa yang Dimaksud Invisible Hand dalam Pasar Modal?

Pernahkah Rekan Indopreneurs mendengar istilah invisible hand? Konsep invisible hand pertama kali diucapkan oleh Bapak Ilmu Ekonomi Adam Smith. Berbeda dengan rekan-rekannya, Adam Smith justru lebih tertarik dengan ilmu ekonomi. Ia bahkan disebut sebagai moralis ekonomi karena apa yang ditulis merupakan refleksi nyata dari keadaan pasar yang sebenarnya.

Mungkin banyak yang menilai bahwa konsep invisible hand ini merupakan paham dari pemikiran liberal dan neoliberal. Namun hal yang perlu diketahui ialah semasa hidupnya, Adam Smith tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai orang yang bermazhab liberal dalam pandangan ekonominya. Melalui bukunya yang berjudul Wealth of Nations & The Theory of Moral Sentiments, Adam Smith mencoba merefleksikan keadaan pasar yang sebenarnya. Hal ini disebabkan adanya revolusi industri di Eropa yang saat itu memunculkan banyak sekali orang-orang kaya baru yang menggantikan orang-orang kaya lama.

Di zaman Adam Smith, ada tiga macam investasi paling laris yang digunakan para pemegang modal pada waktu itu, yaitu tanah, mesin produksi, dan surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah (government bond). Pemegang modal di zaman itu seperti orang yang sedang keranjingan memegang modal karena penemuan mesin uap saat itu mengakibatkan perusahaan-perusahaan manufaktur bermunculan secara masif. Belum lagi, bank-bank besar di Eropa juga mulai bermunculan dengan didukung oleh kekuatan modal yang besar, salah satunya yakni dari Keluarga Rotschild dari Austria.

Lalu apakah di dalam sistem perekonomian modern konsep invisible hand yang diungkapkan oleh Adam Smith masih relevan? Kita bisa melihat hal itu dari kejadian naiknya kurs mata uang dollar pada pertengahan tahun 2015 ini. Ketika itu dollar merangkak naik secara perlahan dari angka 12 ribu ke 13 ribu hingga akhirnya mencapai angka tertinggi di kisaran 15 ribu rupiah per satu dollar. Keadaan kemudian menjadi kondusif kembali saat nilai tukar rupiah terhadap dollar mulai membaik dan menjauhi angka 15 ribu rupiah.

Baca juga : 5 Investasi Ini Cocok untuk Orang Bergaji di Bawah 5 juta

Banyak yang mengklaim bahwa hal ini dikarenakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas kurs terbilang berhasil. Namun, yang harus disadari adalah ketika keadaan pasar kembali kepada keadaan normal hal ini juga merupakan andil dari pemain pasar modal itu sendiri. Ya, merekalah orang-orang yang dimaksud dengan invisible hand tersebut. Mengapa mereka bisa dikatakan turut ambil bagian dalam menstabilkan keadaan ekonomi?

Pertama, para pemegang modal selalu berusaha untuk mengambil keuntungan, entah itu dari situasi krisis atau situasi yang normal. Jadi ketika banyak orang pada bulan Oktober 2015 yang lalu mengatakan bahwa Indonesia akan terkena krisis mata uang maka pemain pasar modal justru mengharapkan keadaan yang sebaliknya. Mengapa demikian? Pemain pasar modal tidak akan mau kejadian seperti kasus 1998 terulang kembali, ketika para investor akhirnya mencabut dana investasinya secara besar-besaran yang membuat secara sistemik perekonomian Indonesia menjadi rapuh. Jika investor secara besar-besaran mencabut dana investasi mereka dari pasar modal maka yang rugi justru pemain pasar modal sendiri.

Pasar modal merupakan kumpulan perilaku paling kompleks di dunia ketika setiap detiknya perilaku buy option dan sell option selalu terakumulasi di pasar. Setiap isu besar mengenai perekonomian yang dihembuskan oleh media massa dan masyarakat akan berdampak sensitif terhadap keadaan pasar modal. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan para pemain pasar modal melakukan rasionalisasi terhadap pilihan-pilihan buy option atau sell option yang mereka miliki. Akhirnya keadaan pasar yang tadinya diprediksi akan menjadi tidak terkendali ternyata berakhir dengan situasi yang kondusif. Terbukti sampai bulan Desember 2015 ini, nilai tukar kurs mata uang rupiah terhadap dollar terbilang stabil.

Baca juga :Ingin Investasi Logam Mulia? 4 Langkah Praktis Ini Wajib Dicoba

Menurut Adam Smith, pasar seharusnya dibiarkan bekerja sendiri dan digerakkan oleh invisible hand sesuai dengan hukum alamnya dan tidak diganggu-gugat dengan intervensi pemerintah. Tentu Rekan Indopreneurs sudah pernah mendengar debat-debat di televisi yang mengatakan jika pemerintah harus melakukan intervensi pasar agar kompetisi yang ada di pasar modal berjalan dengan stabil dan adil.

Menurut seorang ekonom dari Lebanon yaitu Nassim Taleb, pemegang modal sebenarnya selalu bekerja dalam situasi yang ekstrem dimana ketidakpastian pasar selalu terjadi setiap harinya. Dan hal tersebut pada dasarnya adalah alamiah. Keadaan pasar yang terlalu teratur justru sebenarnya merupakan ancaman tersembunyi yang akan meledak suatu saat menjadi krisis besar yang tak pernah terbayangkan. Hal inilah yang mengakibatkan beberapa ekonom menentang pemerintah melalui Bank Sentralnya untuk terlalu sering mengintervensi pasar karena hal tersebut yang mengakibatkan keadaan pasar menjadi tidak normal. Kita harus memahami pasar sebagai sebuah living organism yang jika terlalu sering diintervensi akan membuat organisme tersebut menjadi tidak normal dan rusak. Apa contohnya? Kembali ke kasus krisis yang dialami Indonesia pada 1998 dan krisis yang dialami Amerika Serikat pada tahun 2008-2009. Walaupun Amerika Serikat selalu mengatakan bahwa diri mereka berpaham neo-liberal namun dalam kenyataannya  sebelum krisis 2008-2009 terjadi Amerika Serikat justru banyak mengintervensi pasar melalui Chairman The FED-nya pada masa itu yaitu Alan Greenspan.

Kasus yang serupa dialami Indonesia pada masa pemerintahan Suharto dimana Mantan Presiden ini selalu mendambakan stabilitas sosial dan berusaha mengintervensi segala sesuatu. Pernahkah anda merasa muak dengan segala macam intervensi yang diberikan oleh orang tua anda kepada anda? Dan pada akhirnya anda kemudian menjadi seorang pemberontak? Masalah ketidakpastian dan kepastian dalam lingkungan sosial ini terlalu filosofis. Pada dasarnya pasar membutuhkan ruang gerak yang longgar untuk bereksplorasi. Pasar digerakkan oleh manusia dan bukan oleh robot. Jadi biarkanlah pasar bergerak secara alamiah. Melalui para Menteri di Bidang Perekonomian Indonesia yang pada waktu itu rata-rata dipimpin oleh “orang-orang Berkeley”, pemerintah melakukan intervensi yang simultan selama puluhan tahun yang menyebabkan keadaan pasar menjadi tidak normal mendekati akhir 90-an.

Ya, tapi orang-orang di negeri ini selalu mengatakan bahwa pemerintah sebaiknya selalu mengintervensi pasar. Ada baiknya kita melakukan eksperimen kepada orang-orang sekitar kita sendiri mengenai bagaimana melihat efek negatif intervensi yang terlalu berlebihan dilakukan. (leo/editor: erlin).

To Top