Pernahkah anda mendengar ada sebuah bisnis yang tidak memiliki risiko? Tentu saja hal tersebut mustahil karena hampir tidak ada bisnis yang tidak memiliki risiko. Para motivator dan konsultan bisnis memang dengan mudah mengatakan bahwa manusia mempunyai kekuatan positif yang bisa menyelesaikan segala macam permasalahan. Namun sayangnya, realitas dunia tidaklah senaif itu.
Secara umum jenis risiko yang pasti dialami oleh perusahaan rata-rata ada tiga macam. Tiga jenis risiko ini sama sekali tidak pandang bulu dan bisa menyerang perusahaan skala kecil, skala menengah, hingga skala besar. Selama ini paradigma konvensional selalu melihat risiko dalam artian dan definisi keuangan. Padahal ada dua macam risiko lagi yang juga turut mempengaruhi eksistensi perusahaan. Di bawah ini Indotrading akan menjelaskan 3 jenis resiko bisnis beseta contoh kasusnya sehingga analisa kasusnya lebih konkret. Simak ulasannya berikut ini:
1. Risiko Keuangan
Pada tahun 2014 yang lalu, perusahaan sekelas Gudang Garam Tbk. memberikan pensiun dini kepada 2000 orang karyawannya. Menurut salah satu kantor berita di Jakarta, Gudang Garam melakukan pemotongan jumlah karyawan dikarenakan alasan efisiensi keuangan. Salah satu hal yang menyebabkan Gudang Garam melakukan hal itu ialah terjadinya masalah keuangan dan perihal kebijakan pemerintah terhadap perusahaan rokok di Indonesia. Wakil Kepala Bidang Humas PT Gudang Garam Tbk yaitu Iwhan Tricahyono mengaku bahwa penjualan rokok Gudang Garam merosot drastis belakangan ini.
Jika dianalisis dengan cermat, hal yang menyebabkan Gudang Garam mengalami masalah secara finansial ini disebabkan karena faktor yang bersifat eksternal. Seperti yang kita ketahui, mulai tahun 2016 nanti bea cukai rokok akan dinaikkan oleh pemerintah. Jika hal tersebut benar terjadi, perusahaan rokok mau tidak mau akan menaikkan harga eceran rokok yang biasanya mereka jual. Tak heran bila perusahaan rokok akan lebih sulit meningkatkan penjualan dan daya beli masyarakat kedepannya. Gudang Garam termasuk perusahaan yang cukup beruntung karena produksi dan kegiatan operasionalnya masih dapat tetap berjalan. Bagaimana jika permasalahan yang dihadapi oleh Gudang Garam tersebut justru dialami oleh perusahaan rokok yang kelasnya di bawah Gudang Garam? Gudang Garam yang disokong dengan modal yang sangat besar saja harus mengeluarkan 2000 orang karyawan demi alasan efisiensi biaya, apalagi perusahaan skala kecil dan menengah lainnya.
Baca juga: 3 Cara Memanfaatkan Bonus Demografi untuk Meningkatkan Tax Ratio
2. Risiko Operasional
Risiko kedua yang menjadi momok bagi setiap perusahaan adalah risiko operasional. Poin mengenai risiko operasional berkaitan dengan kegagalan sistem, manajemen, penipuan, kerusakan fisik akibat bencana alam, tuntutan hukum, pelanggan, produk, dan praktik bisnis. Poin kedua ini biasanya masih kurang diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan yang belum mendapatkan sertifikasi ISO 9001. Namun hal ini tidak lantas berarti bahwa perusahaan yang sudah go public bisa lolos dari resiko yang satu ini.
Perusahaan seperti Nissan pernah mengalami masalah dalam sistem operasional perusahaannya terkait dengan uji keselamatan kendaraan. Salah satu produk Nissan yang bernama Datsun GO yang dijual di India sempat menjadi perbincangan karena gagal dalam melakukan uji tabrak yang dilakukan Global NCAP pada tahun 2014 yang lalu. Kontroversi semakin menyeruak ketika salah satu petinggi Nissan mengklaim bahwa Datsun GO memiliki sistem keselamatan aktif yang bisa mengungguli para pesaingnya. Tentu saja hal ini menjadi sebuah kecerobohan. Global NCAP sendiri bukanlah sebuah organisasi automobile safety yang sembarangan. Mereka sudah memiliki standardisasi operasional yang tinggi sebelum mengeluarkan sertifikat kepada mobil yang dinilai memiliki tingkat keamanan yang tinggi.
Letak masalah dari kasus tersebut bisa dikatakan murni kecerobohan sistem operasional yang berlaku di Nissan. Perusahaan sekelas Nissan pada dasarnya tidak boleh mengeluarkan sebuah produk yang tidak memiliki kualifikasi keamanan bagi konsumennya. Kesalahan yang terletak pada sistem perusahaan ini bisa mengakibatkan trust masyarakat terhadap produk yang dikeluarkan oleh Nissan menjadi turun.
Baca juga: Manajemen Akuntansi dalam Era Digital Economy
3. Risiko Sumber Daya Manusia
Risiko yang terakhir yakni risiko Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkaitan dengan masalah kesehatan karyawan, keselamatan karyawan, pemenuhan kebutuhan akan karyawan baru, peraturan eksternal, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan perusahaan yang masih dalam taraf perusahaan menengah dan kecil, biasanya risiko SDM masih jarang diperhatikan. Terkadang keselamatan karyawan menjadi taruhan yang tidak terelakkan dalam kasus-kasus risiko SDM.
Pada bulan Agustus 2015 yang lalu, 4 karyawan PT Telkom Indonesia tersengat listrik tegangan tinggi sehingga mengakibatkan 2 diantaranya meninggal dan 2 sisanya mengalami luka berat. Saat kejadian, 4 orang korban tersebut sebenarnya sedang berada pada jam lembur kerja karena harus memasang 4 tiang telepon. Diduga karena kurang hati-hati pada saat pemasangan berlangsung, tiang akhirnya menyentuh kabel listrik di dekatnya. Walaupun kejadian ini dianggap murni sebagai human error namun sebaiknya ada sistem perlindungan yang disediakan oleh perusahaan. Misalnya saja dengan memberikan peralatan-peralatan safety kepada para karyawan yang akan melakukan pekerjaan pemasangan tiang. Kejadian yang menimpa 4 orang karyawan Telkom Indonesia ini tentu sangat disayangkan mengingat PT Telkom Indonesia merupakan salah satu perusahaan BUMN Indonesia yang memiliki reputasi yang baik. (leo/editor: erlin)
Baca juga: Ingin Memulai Bisnis? Pahami Dulu 4 Key Resources Ini