Cerita Bisnis

Jatuh Bangun Cik Mia Bangun Bisnis Penjualan Songket Terkenal di Jambi

“Kalau kita ingin bisa membantu perekonomian keluarga, apa yang bisa kita lakukan ya kita kerjakan. Tidak hanya untuk menenun tapi juga pekerjaaan yang lainnya. Selagi itu positif ya kenapa tidak kita lakukan,” tulis Cik Mia, (pengusaha kain songket Jambi terkenal).

Pengusaha dituntut memiliki jiwa ulet dan sabar dalam membangun usaha. Bila tidak maka usaha yang telah dirintis bisa jadi tutup alias gulung tikar.

Sulitnya membangun usaha hingga menggapai sukses dirasakan oleh Mania (39). Wanita yang akrab disapa Cik Mia itu menceritakan bagaimana sulitnya ia membangun usaha. Saat ini Cik Mia dikenal sebagai salah satu pengusaha kain songket terkenal di Jambi.

Foto: Cik Mia, pemilik usaha kain songket Jambi/Dok: indotrading.com

Foto: Cik Mia, pemilik usaha kain songket Jambi/Dok: indotrading.com

“Bisnis ini namanya Cik Mia Songket dari Jambi,” ungkap Cik Mia saat bercerita kepada indotrading.com, Jumat (12/8/2016).

Cik Mia menceritakan, mengenal kain songket dari bibinya yang memang seorang penenun di kota Palembang, Sumatera Selatan. Saat SD, Cik Mia sering mencuri-curi waktu memperhatikan bibinya menenun. Dari sana, Cik Mia belajar dan akhirnya benar-benar dilatih belajar menenun.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Anne Avantie: Pengusaha Sukses yang Hanya Lulusan SMP

Akhirnya dengan pengetahuan itu, wanita kelahiran Palembang, 16 Agustus 1977 ini lalu membuka usaha tenun songket Palembang di Jambi. Ia memulai usaha menenun sekitar tahun 1999 dalam skala kecil.

“Tahun 1999 (mulai membangun usaha). Saya masih tenun sendiri setelah beres ngurus rumah tangga. Saya kan pendatang dari Palembang. Awalnya saya menenun kain khas Palembang karena waktu itu belum tahu kalau Jambi punya kain khas tenun,” tuturnya.

Tujuan Cik Mia membuka usaha tenun songket awalnya hanya sekedar menyalurkan hobinya yaitu menenun. Uang hasil penjualan yang didapat sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagian lainnya ditabung sebagai modal cadangan.

Foto: Tumpukan kain songket Cik Mia/Dok: indotrading.com

Foto: Tumpukan kain songket Cik Mia/Dok: indotrading.com

“Selain itu juga kenapa melakukan nenun? karena ingin membantu beban suami. Jadi kita ingin uang tambahan tanpa harus meminta lebih pada suami,” ucapnya.

Bermodal Rp 3 Juta Dari Hasil Pinjaman

Untuk memulai usahanya, Cik Mia rela mengeluarkan uang sebesar Rp 3 juta sebagai modal awal. Uang tersebut didapat dari pinjaman keluarganya dan kepintaran Cik Mia mengumpulkan uang yang diperoleh dari pendapatan suaminya.

“Untuk modal awal saya hasil dari ngumpulin sisa uang belanja kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 3 juta,” tambahnya.

Modal tersebut digunakan Cik Mia untuk dibelikan alat tenun dan bahan kain. Cik Mia mulai merasakan sulitnya membuka usaha dengan alat seadanya.

Baca juga: Berbagi Resep Tips Sukses Ala Anne Avantie

“Akhirnya dari modal yang saya kumpulkan itu saya beli alat tenun dan bahan-bahan buat menenun. Saya mengerjakan semua tenun songket sendirian. Saya tawarkan hasil tenunan songket kepada tetangga hingga ke galeri-galeri dan rumah-rumah orang,” katanya.

Ia menawarkan kain songket Palembang dengan motif yang bervariasi dan warna khas. Meski dibuat di Jambi, hasil tenun kain songket yang diproduksi Cik Mia justru dijual di Palembang.

“Hasil tenunnya masih saya jual ke Palembang,” ungkapnya.

Sempat Kesulitan Membuka Pasar Baru

Cik Mia mulai merasa keuntungan dari penjualan kain songket buatannya di Palembang. Meski nilai keuntungan yang didapat saat itu masih kecil, Cik Mia berkeinginan melebarkan sayap penjualannya ke Jambi.

“Setelah beberapa kali menjual ke Palembang, saya pikir kenapa tidak menjualnya di Jambi, pasti banyak konsumen di Jambi,” katanya dengan nada optimis.

Akhirnya, Cik Mia benar-benar menjual kain songketnya di Jambi. Dengan fasilitas yang cukup terbatas, Cik Mia dibantu suaminya berkeliling kota Jambi hanya untuk menawarkan kain songket buatannya.

“Saya kemudian keliling Jambi. Dibantu oleh suami waktu itu saya keliling Jambi dengan menggunakan sepeda motor hasil sewaan. Karena waktu itu kami belum punya kendaraan, rumah pun masih ngontrak,” tutur Cik Mia.

Foto: Cik Mia, pemilik usaha kain songket Jambi/Dok: indotrading.com

Foto: Cik Mia, pemilik usaha kain songket Jambi/Dok: indotrading.com

Cik Mia mulai mengeluh karena susahnya berjualan kain songket buatannya di kota Jambi. Setelah berkeliling menawarkan kain songket buatannya dari satu toko ke toko lain, tidak ada satupun yang berminat. Bahkan ia mengaku pernah diusir hingga ditolak masuk di beberapa toko dan gallery fashion di kota Jambi.

Baca juga: Kakak Adik Ini Raup Omzet Hingga Ratusan Juta Dari Bisnis Batik Adifta

“Perjuangan mencari konsumen pun tidak serta merta mulus, banyak sekali cobaannya. Kita sering diusir, ditolak, bahkan kain kita dicibir kualitasnya. Kita juga coba masuk ke gallery, tapi sering ditolak,” paparnya.

Akhirnya, Cik Mia memilih cara lain dengan menjual kain songketnya yaitu dari rumah ke rumah (door to door). Ia mengaku mengandalkan kemauan yang keras dalam mempertahankan bisnisnya.

“Tapi saya tidak putus asa, saya terus saja menjual mendatangi rumah ke rumah,” ucapnya.

Hasilnya kain songket buatan Cik Mia mulai dilirik para pembeli. Pesanan mulai berdatangan dengan jumlah yang cukup lumayan.

“Setelah beberapa bulan akhirnya ada yang membeli kain songket saya, sampai memborong 4 potong,” ujarnya.

Merasa Beruntung Dibina Oleh Pemerintah

Setelah berhasil memikat masyarakat Jambi, kain songket buatan Cik Mia dilirik Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jambi di tahun 2003. Dianggap memiliki keunikan khas yang tidak didapat dari kain songket lainnya, Dekranasda mengajak Cik Mia untuk bekerja sama.

“Nah dari perjuangan mencari konsumen itu akhirnya saya bertemu dengan Dekranasda Provinsi Jambi pada Tahun 2003,” ungkapnya.

Bersama Dekranasda Provinsi Jambi, Cik Mia dididik dan dibina agar bisa mengelola bisnisnya lebih profesional. Kemudian tidak hanya membuat kain songket khas Palembang, Dekranasda mencoba meminta Cik Mia dapat membuat kain songket khas Jambi. Alasannya peluang penjualan kain songket Jambi lebih besar.

“Terus saya dibina oleh pihak mereka. Dari situ lah saya mulai tahu motif tenun Jambi. Ternyata banyak sekali dan saya mulai bereksplorasi. Akhirnya tenun saya pun beralih dari tenun Palembang ke tenun Jambi,” tambahnya.

Baca juga: Rajin Ikut Pameran, Pengusaha Perhiasan Ini Bisa Hasilkan Omzet Rp 150 Juta

Tidak mudah bagi Cik Mia membuat kain songket Jambi. Ia bahkan mencari motif khas kain songket Jambi sampai ke museum. Ia juga menemui beberapa orang ahli sejarah untuk mempelajari kain songket Jambi hingga mencari referensi dari banyak buku.

“Kemudian saya juga bertanya teman-teman,” ucapnya.

Dengan cara ini, Cik Mia mulai mencoba-coba membuat kain songket khas Jambi. Hasil buatannya kemudian dijual melalui Dekranasda. Cik Mia mengaku diuntungkan saat hasil penjualannya dijual melalui Dekranasda. Selain itu, Dekranasda juga menawarkan berbagai keuntungan lainnya seperti mengikuti pameran gratis dari satu ke kota lainnya.

“Dari situlah saya mulai mengikuti pameran baik koparasi maupun pemerintah. Itu tahun 2009 saya mulai ikut pameran,” sebutnya.

Tawarkan Kain Songket Mahal dan Berkualitas

Bekerjasama dengan Dekranasda tidak melulu membuat Cik Mia terlena. Dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan Dekranasda, Cik Mia justru termotivasi untuk membuat kain songket Jambi lebih berkualitas.

“Kalau saya lebih ke motif, (tekstur) kehalusan bahkan sekarang saya sudah mengembangkan ke warna alam,” ucapnya.

Berbagai motif songket Jambi sudah berhasil ia hasilkan. Hingga saat ini ada 30 motif songket Jambi yang berhasil ia buat seperti angso duo, durian pecah, bungo tanjung dan bungo nago sari.

“Itu dilihat dari desain, keunikan, dan kehalusan,” tambahnya.

Baca juga: ‘Si Cantik’ Fenny Angela, Pebisnis Perhiasan Lokal Hingga Go Internasional

Karena dibuat dengan tangan dan mesin tenun tradisional, harga kain songket yang diproduksi Cik Mia dibanderol cukup mahal. Harganya berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 15 juta/potong. Cik Mia mengungkapkan, mahal tidaknya kain songket dilihat dari jenis bahan baku pembuatan, lamanya proses pembuatan hingga tingkat kesulitan motif yang dibuat.

“Yang membuat mahal dan murah itu kan tingkat kesulitan, bahan dan motif. Yang harga mahal itu lihat dari tngkat kesulitan motif dan bahan baku. Karena ada kain songket yang menggunakan bahan dari benang emas,” tuturnya.

Meskipun memiliki harga yang cukup mahal, pesanan kain songket Cik Mia terus bertambah. Cik Mia akhirnya memilih untuk bekerjasama dengan 20 pengrajin kain songket yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota Jambi. Hal itu dilakukan di tahun 2006.

“Karena sekarang kan mereka sudah punya alat sendiri jadi mereka cuma minta bahannya saja. Kita kirim bahan ke mereka. Kadang kita juga cek langsung ke mereka. Ya intinya komunikasi tetap dan harus dijaga. Itu sih cara mengontrol para pengrajin yang bekerja untuk saya,” tukasnya.

Dipasarkan Dari Singapura Hingga Australia

Motif kain songket Jambi yang dibuat Cik Mia terkesan unik dan menarik. Tidak heran bila buyer (pembeli) yang membeli produk kain songket Cik Mia tidak saja dari kalangan atas di dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

Costumer itu ya datang dari mana-mana saja ya, dari seluruh Indonesia. Ada juga pembeli dari luar negeri, ada dari Australia, Malaysia, Singapura. Kalau untuk kelasnya saya sih ingin mencakup semua kelas tidak membeda-bedakan. Ya selagi mampu kenapa tidak,” tegasnya.

Dalam memasarkan produknya hingga keluar negeri, Cik Mia memang bekerja sangat keras. Berbagai teknik pemasaran/penjualan ia lakukan seperti menjual melalui online shop, gallery/workshop hingga mengikuti pameran hingga keluar negeri.

“Sejauh ini sih saya sudah mengikuti pameran seperti ke Belanda dan Vietnam. Ikut pameran ke luar negeri kan tidak sembarangan kita harus memenuhi syarat dan diseleksi,” tekannya.

Foto: Tumpukan kain songket Cik Mia/Dok: indotrading.com

Foto: Tumpukan kain songket Cik Mia/Dok: indotrading.com

Cik Mia juga mengaku tidak khawatir dengan kompetitor yang mulai muncul belakangan ini. Bagi Cik Mia, produk kain songket buatan miliknya memiliki ciri khas yang tidak dimiliki produk kain songket yang dibuat pengrajin lain. Mengenai omzet yang didapat, Cik Mia tidak berani menyebutkan besaran angka tetapi ditafsir cukup besar.

“Saya tidak bisa menyebutkan angkanya berapa. Tapi ya lumayanlah (besar) untuk berbagi dengan 20 karyawan saya yang juga pelaku UKM. Ya intiya bisa mensejahterakan UKM lain dan mencukupi kebutuhan keluarga,” katanya.

Baca juga: Sunny Kamengmau: Lulusan SMP yang Sukses ‘Invasi’ Tas Robita ke Pasar Jepang

Cik Mia kini menjadi pengusaha kain songket yang paling dikenal di kota Jambi bahkan kota Palembang. Meski sukses, Cik Mia tidak besar kepala dan membagikan rahasia kesuksesan kepada pengusaha lainnya.

“Kalau kita ingin bisa membantu perekonomian keluarga, apa yang bisa kita lakukan ya kita kerjakan. Tidak hanya untuk menenun tapi juga pekerjaaan yang lainnya. Selagi itu positif ya kenapa tidak kita lakukan,” tutupnya.

Reporter: Kumi Laila        Penulis: Wiji Nurhayat

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top