Inspiration

Dari Bambu, Harry Raup Omzet Ratusan Juta dan Bikin Orang Jepang Kaget

“Selalu siap mendengarkan dan aware akan keadaan sekitar, serta jangan ragu mencari mentor untuk menasihati. Selalu percaya dan fokus pada mimpi awal kita ketika memulai usaha, dan dengan kerja keras-kerja cerdas, mimpi itu akan sedikit demi sedikit mulai jadi nyata,” tulis pemilik usaha Amygdala Bamboo, Harry Anugrah Mawardi.

Tanaman bambu di Indonesia masih dipandang sebelah mata. Hanya sedikit masyarakat di Indonesia yang memanfaatkan bambu menjadi produk yang memiliki nilai tambah.

Namun berbeda dengan apa yang dialami Harry Anugrah Mawardi. Di tangan pria berusia 29 tahun ini, bambu memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Bahkan dari bambu, Harry bisa membuat orang Jepang kaget. Kok bisa?

Foto: Pemilik Amygdala Bamboo Harry Anugrah Mawardi/Dok: Pribadi

Foto: Pemilik Amygdala Bamboo Harry Anugrah Mawardi/Dok: Pribadi

Kepada indotrading.com, lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2009 jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain ini bercerita bagaimana ia sukses membangun bisnis dengan bahan baku bambu. Usaha yang digeluti Harry awalnya berasal dari penelitian di kampusnya, ITB.

Saat itu, ia sering melakukan penelitian untuk mengembangkan desain kerajinan bambu di wilayah Jawa Barat. Tapi, penelitian tersebut tidak membuatnya puas. Sebab hasil akhir dari penelitiannya hanya sebatas menjadi paper dan prototype.

“Bisnis ini berawal dari keterlibatan saya di penelitian-penelitian akademis untuk program studi Desain Produk ITB mengenai pengembangan desain produk kerajinan bambu. Dari sana saya melihat besarnya potensi pengrajin bambu Indonesia untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar global,” tutur Herry, Kamis (18/8/2016).

Baca juga: Jatuh Bangun Cik Mia Bangun Bisnis Penjualan Songket Terkenal di Jambi

Dari sana Harry melihat fakta, banyak para pengrajin bambu yang tidak memiliki akses pasar yang cukup luas. Alhasil, produk kerajinan bambu yang dihasilkan para pengrajin terbatas dan tidak memiliki daya saing, bahkan dihargai cukup murah.

“Para pengrajin tidak memiliki akses dan wawasan yang tepat untuk itu. Oleh karena itu saya memulai bisnis ini untuk menjadi jembatan antara pasar modern saat ini dengan para pengrajin Indonesia, agar produk kerajinan Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan idola di negara lain,” paparnya.

Dengan keahlian di bidang desain yang dimilikinya, Harry meracik dan mengembangkan bisnis kerajinan bambo di akhir tahun 2013. Hingga akhirnya pada awal tahun 2014 usahanya berdiri dan diberi nama Amygdala Bamboo.

“Karena saya ingin menunjukkan pada desainer lainnya, bahwa desain pun dapat memberikan manfaat nyata pada masyarakat desa. Sehingga bisnis ini dipilih dikarenakan dapat menerapkan Human Centered Design secara nyata untuk konsumen dan produsen,” jelasnya.

Membangun Amygdala Bamboo Hanya Bermodal Rp 1 Juta

Saat membangun usaha Amygdala Bamboo, Harry Anugrah Mawardi (29) hanya mengeluarkan modal sebesar Rp 1 juta. Modal tersebut adalah uang pribadinya yang memang dialokasikan untuk Amygdala Bamboo.

“Modal Rp 1 juta, dari modal sendiri,” bisiknya.

Harry kemudian mencoba membuat desain-desain baru dari bahan baku bambu yang relatif murah dan persediaannya cukup banyak. Dalam membangun dan mengembangkan usaha awalnya Harry tidak sendirian.

Pada akhir tahun 2013 Harry memulai bisnisnya bersama seorang pengrajin bernama Utang Mamad (45 tahun), warga asli Kampung Ciloa, Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut. Di Kecamatan Selaawi warganya sudah turun-temurun menjadi pengrajin bambu. Hasil produksinya berupa perabotan rumah tangga dan sangkar burung.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

“Memadukan desainer kota besar dengan pengrajin di desa dengan tanpa mengganggu zona nyaman masing-masing untuk pindah tempat ke lokasi salah satu diantaranya,” serunya.

Lewat Amygdala Bamboo, Harry bersama Utang Mamad berhasil membuat desain-desain baru yang kreatif dan inovatif. Tidak hanya sebatas memproduksi perabotan rumah tangga dan sangkar burung, Harry dan Utang berhasil membuat puluhan jenis produk baru. Harga yang ditawarkan mulai Rp 50.000 hingga Rp 2,2 juta per produk.

“Banyak sekali macamnya, seperti home decor, lampu, kursi, tableware, perhiasan, tas, bahkan pintu,” sebutnya.

Tidak Terlalu Mengandalkan Mesin

Dalam membuat berbagai produk kerajinan berbahan dasar bambu, Harry Anugrah Mawardi tidak melulu mengandalkan mesin. Sebagian besar produk kerajinan yang dihasilkannya justru dibuat dengan menggunakan tangan (handmade).

“Amygdala menawarkan desain yang sederhana namun modern dengan menerapkan teknik produksi yang tidak banyak bergantung pada peralatan terlalu banyak seperti coiling dan wireframing,” ungkapnya.

Baca juga: Rajin Ikut Pameran, Pengusaha Perhiasan Ini Bisa Hasilkan Omzet Rp 150 Juta

Untuk saat ini, Harry tidak hanya mengandalkan Utang Mamad sebagai seorang pengrajin. Dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan dan pemesanan, Harry memilih untuk bekerjasama dengan para pengrajin lokal lainnya. Sistem kerja yang digunakan adalah dengan pola kemitraan.

“Kami berusaha tidak hanya mempekerjakan pengrajin tetapi juga memberikan mereka wawasan melalui studi banding perjalanan ke daerah pengrajin lain untuk belajar, dan menerapkan sistem kemitraan bagi hasil yang dimaksudkan untuk menyesuaikan kesejahteraan mereka dengan bisnis ini,” katanya.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Saat ini tercatat, ada 5 hingga 7 pengrajin yang bekerjasama dengan Harry. Namun jumlah tersebut dirasa belum mencukupi karena permintaan terus mengalami peningkatan dengan desain dan kualitas yang berbeda.

“Kecenderungan minat pasar yang semakin tinggi terhadap produk bambu atau bahan alam lainnya, memberi peluang besar untuk Amygdala mengembangkan usaha ini. Namun dengan 5-7 pengrajin yang saat ini dipekerjakan, kapasitas dan waktu produksi yang dihasilkan cukup terbatas. Sulit untuk mengakomodasi pesanan dalam jumlah massal,” keluhnya.

Belum lagi untuk menangani permintaan khusus (custom) yang harus diorder tepat waktu. Sehingga berbagai cara dilakukan Harry, termasuk salah satunya adalah memaksimalkan peralatan produksi yang ada.

“Untuk pekerjaan custom pun Amygdala selalu menawarkan sedikit penyesuaian yang optimal untuk mengakomodir produksi dengan desain yang tetap baik. Saat ini Amygdala mulai memodifikasi beberapa peralatan yang Amygdala miliki agar sesuai untuk membantu teknik produksi yang Amygdala butuhkan. Untuk jangka pendek hal ini sangat
membantu dalam mempercepat proses produksi para pengrajin untuk dapat mengejar target waktu yang diminta oleh klien,” jelasnya.

Gencar Jualan Lewat Media Online Hingga Radio

Butuh cara ekstra bagi Harry Anugrah Mawardi memperkenalkan Amygdala Bamboo kepada masyarakat Indonesia. Berbagai promosi penjualan dilakukan Harry sejak usaha ini dimulai awal tahun 2014.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Anne Avantie: Pengusaha Sukses yang Hanya Lulusan SMP

“Perkembangannya cukup signifikan di tahun ketiga melalui media coverage yang cukup gencar melalui sosial media, koran, majalah, TV, dan radio,” sebutnya.

Khusus di media online, Harry memberikan beberapa featured menarik. Kemudian ia juga memberikan beberapa foto dan keterangan produk yang sudah berhasil dibuat.

“Penjualan Amygdala dilakukan melalui online dengan menjual langsung via instagram dan situs penjualan kolektif yang saat ini bekerja sama dengan furnishlab.com,” ucapnya.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Harry mengatakan hal tersebut dilakukan untuk memperluas capaian produk terhadap konsumen potensial. Kemudian menurut Harry, keuntungan dari menjual langsung via instagram adalah kemungkinan adanya order partai besar melalui proyek pengadaan barang cafe atau restoran. Hal ini Amygdala lakukan dengan rutin memposting lookbook mengenai bagaimana tampilan produk Amygdala ketika diaplikasikan di hotel atau cafe.

“Secara online adalah pembuatan instagram @amygdala_bamboo dan blog www.amygdalaid.wordpress.com. Kebutuhan online cukup krusial saat ini, promosi secara viral dari mulut ke mulut dapat menjadi lebih cepat penetrasinya melalui internet, sehingga pembeli tidak perlu bertemu atau mendatangi kita langsung tetapi sudah terbayang gambaran produknya seperti apa,” tuturnya.

Terakhir melalui media cetak. Bagi Harry exposure media dilakukan untuk meningkatkan pride dari brand Amygdala. Hal ini cukup membantu meyakinkan calon pembeli bahwa Amygdala adalah brand yang diakui khalayak ramai. “Amygdala cukup beruntung sempat hadir di majalah Harpers Bazaar Indonesia dan Scarf Magazine,” sebutnya.

Dapat Omzet Ratusan Juta Lewat Strategi Jitu

Harry Anugrah Mawardi tidak setengah-setengah menekuni usaha Amygdala Bamboo. Untuk membesarkan nama Amygdala Bamboo, berbagai strategi bisnis mulai Harry kembangkan.

Menurut Harry, strategi khusus yang dijalani Amygdala adalah konsisten menempatkan diri sebagai yang terdepan untuk produk bambu modern. Hal ini diupayakan dengan mengikuti beberapa kompetisi untuk meningkatkan nilai competitiveness dari brand ini. “Melalui prestasi dari kompetisi yang diikuti, diharapkan kepercayaan masyarakat
terus meningkat dan menumbuhkan rasa harus memiliki produk Amygdala,” ujarnya.

Baca juga: Berbagi Resep Tips Sukses Ala Anne Avantie

Selain itu, Amygdala menerapkan sistem crowd sourcing terhadap pengrajin yang menjadi ujung tombak Amygdala. Ini artinya SDM Amygdala didapatkan dari masyarakat luas. Amygdala membangun jejaring dengan pengrajin bambu di Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Lembang, Banten dan Bandung. Jejaring ini dibangun untuk memutarkan dan membagi produksi Amygdala sesuai dengan jenis produk dan jenis keahlian pengrajin agar pemakmuran pengrajin menjadi merata dan tepat guna. Keuntungan dari sistem ini menurut Harry adalah tidak diperlukan workshop sendiri karena yang dibutuhkan hanya storage sebagai tempat transit untuk quality control dari pengrajin ke end user.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

“Dengan jejaring ini, diharapkan Amygdala dapat menjadi most wanted bamboo product in Indonesia karena Amygdala berkoneksi dengan hampir semua produsen bambu di Jawa Barat,” sebutnya.

Nah strategi bisnis lain yang dijalankan Amygdala adalah rutin mengikuti pameran berskala internasional seperti Trade Expo, Crafina, IFEX, dan INACRAFT. Di pameran- pameran tersebut Amygdala mempromosikan produk Amygdala sembari melihat reaksi pasar terhadap produk tawaran Amygdala. Sehingga selain promosi, ajang ini menjadi riset untuk Amygdala.

Sementara Harry juga menerapkan sistem titip jual di situs collective brand. Dituturkan Harry, cara ini memudahkan pengurusan retail dan mengurangi biaya promosi dikarenakan konsinyasi kepada situs tersebut sudah termasuk promosi. Saat ini Amygdala pun sedang mencoba menjajaki kemungkinan penjualan offline dengan sistem stock di toko fisik. Tetapi menurutnya dibutuhkan modal untuk stock dan distribusi rutin ke toko tersebut.

Terakhir strategi bisnis yang dilakukan Amygdala adalah mencoba mengeluarkan dana tambahan setiap bulan sekitar Rp 500.000 dalam bentuk produk untuk melakukan endorsing kepada beberapa public figure seperti ilustrator Rukmunal Hakim, komikus Tita Larasati, hingga researcher Belanda Jessica Mills.

“Dan yang terbaru adalah dengan hijab designer Jenahara,” sebutnya.

Strategi bisnis ini diakui Harry berdampak positif pada peningkatan jumlah permintaan produk bambu buatannya. Omzet yang didapatnya kini berkisarhingga ratusan juta rupiah.

“Sudah, omzet Rp 200-300 juta/tahun dengan jumlah 8 ketua kelompok pengrajin,” katanya.

Dijual ke Jakarta Hingga Australia

Dengan gencarnya berbagai promosi penjualan dan strategi bisnis jitu yang dikembangkan bikin produk Amygdala Bamboo dikenal masyarakat. Alhasil produk buatan Harry Anugrah Mawardi ini sukses dipasarkan di dalam negeri.

“Di dalam negeri kita sudah menjual di Bandung, Jakarta, Bali, dan Makassar,” sebutnya.

Tidak hanya sukses di dalam negeri, penjualan produk Amygdala Bamboo juga sudah menyasar ke mancanegara. Sejak tahun 2015, produk Amygdala Bamboo sudah berhasil menembus pasar Singapura, Jepang hingga Australia.

“Di luar negeri itu ke Australia, Jepang, Korea, Malaysia, dan Singapura,” tambahnya.

Baca juga: Kakak Adik Ini Raup Omzet Hingga Ratusan Juta Dari Bisnis Batik Adifta

Untuk pasar ekspor, sejauh ini Harry mengatakan tidak ada hambatan yang signifikan. Menurutnya respon konsumen luar sangat sangat bagus dengan ketertarikan dan memiliki rasa penasaran yang cukup tinggi terhadap produk handmade Indonesia. Namun permasalahan harga terkadang menjadi ganjalan untuk pasar yang lebih besar.

“Hal ini bisa jadi dikarenakan mereka membandingkan produk handmade craft dengan manufactured craft yang tentu bisa lebih murah dikarenakan diproduksi oleh mesin dengan kuantiti besar,” sebutnya.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Saat ini 90% pasar produk Amygdala Bamboo adalah di dalam negeri dan hanya 10%-nya adalah pasar ekspor. Meski memiliki porsi yang lebih kecil, Harry menilai potensi pasar ekspor ke depan cukup besar. Harry mengatakan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea, dan Eropa mulai jenuh dengan lifestyle modern. Sedangkan tren sustainable dan go green saat ini justru berkembang dan meningkat sehingga mereka cendrung ingin kembali ke alam.

Produk craft berbahan natural seperti bambu dinilai Harry bakal cukup digemari oleh masyarakat luar negeri. Apalagi segmen pasar ini berpeluang menyasar ke para young intellectual dengan cita rasa estetika dan memiliki local pride. Faktanya mayoritas konsumen Amygdala Bamboo hadir dari kalangan artis, eksekutif muda, dan young
entrepreneur lainnya.

Harry optimis peluang bisnis produk bamboo bakal terus meningkat. Hal ini karena masih sedikit pengusaha yang bermain dengan material bamboo karena proses produksinya yang membutuhkan treatment khusus.

“Saya tentunya memiliki hasrat untuk memasuki market negara-negara tersebut, tentunya setelah preparasi yang matang dan terukur,” tegasnya.

Pernah Bikin Orang Jepang Kaget

Dari sudut pandang Harry Anugrah Mawardi, orang-orang Indonesia pandai dan terampil membuat kerajinan tangan. Hal itu dibuktikan Harry yang pernah melakukan penelitian dan kemudian bertemu dengan orang Jepang. Orang Jepang tersebut menantangnya untuk membuat sarung bantal dari anyaman bambu.

“Sekitar tahun 2012-2013, kami kedapatan buyer dari Jepang. Layaknya buyer yang datang, mereka selalu membawa desain sendiri,” katanya.

Pada saat itu, diakui Harry mereka ingin membuat sarung bantal dari kombinasi anyaman bambu dan kain. Mereka memberikan Harry bahan kainnya dan aksesoris pendukung lainnya.

“Ketika beres kami kerjakan sampelnya hanya dalam 2-3 hari, orang Jepang tersebut terdiam dan heran bagaimana kami bisa melakukannya, padahal mereka sudah keliling Jepang dan Cina mencari yang dapat melakukan hal tersebut dengan bagus, tapi tidak menemukan,” tuturnya.

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Foto: Salah satu produk Amygdala Bamboo/Dok: Pribadi

Dari kejadian tersebut Harry sadar bahwa Indonesia memiliki skill tangan dan kreatifitas yang cukup tinggi. Hanya dari sketsa gambar tangan seadanya, mampu membuat produknya secara cepat dan tepat. Berbeda dengan orang luar negeri yang sudah terbiasa bekerja dengan menggunakan mesin.

“Intinya empati dan solutif karena terkadang kita lupa bahwa solusi terbaik adalah yang terdekat di sekitar kita,” ucapnya.

Harry mengaku semangatnya semakin bertambah untuk menekuni bisnisnya ini. Ia optimis Amygdala Bamboo bakal besar dan dikenal ke seluruh dunia.

Baca juga: Siti Fatimah Ekspor Kain Gedog Asal Tuban Dari Jepang Hingga ke Belanda 

“Selalu siap mendengarkan dan aware akan keadaan sekitar, serta jangan ragu mencari mentor untuk menasihati. Selalu percaya dan fokus pada mimpi awal kita ketika memulai usaha, dan dengan kerja keras-kerja cerdas, mimpi itu akan sedikit demi sedikit mulai jadi nyata,” tutupnya.

Penulis: Wiji Nurhayat     Editor: Wiji Nurhayat

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top