Digital Marketing

3 Hukum Epidemik dalam Bisnis yang Perlu Diketahui

Mungkin terlalu naïf kalau menyatakan bahwa sebuah bisnis dapat dipelajari hanya dari sebuah buku. Namun pada kenyataannya, biasanya ide bisnis lebih banyak diciptakan melalui pengalaman sang inisiator bisnis itu sendiri. Para pelaku usaha justru banyak membeli buku bisnis atau buku nonfiksi lainnya untuk mempelajari bagaimana cara mengembangkan bisnis mereka kedepannya.

Malcolm Gladwell ialah seorang penulis best-seller nonfiksi yang karyanya banyak digunakan oleh para pebisnis di seluruh dunia, meskipun bukunya tidak masuk ke dalam kategori buku bisnis. Apa yang menjadi kelebihan dari karya Malcolm Gladwell yang akan dibahas dalam artikel ini? Simak ulasannya berikut ini.

Tepatnya pada tahun 2001 yang lalu seorang mantan jurnalis New Yorker yang bernama Malcolm Gladwell untuk pertama kalinya menerbitkan buku pertamanya yang berjudul The Tipping Point: How Little Things Make Big Difference. Setelah bertahun-tahun bekerja untuk New Yorker, Gladwell memutuskan untuk menjadi seorang penulis independen, khususnya untuk buku-buku non-fiksi populer.

Mungkin hanya orang-orang yang sudah tidak waras lagi yang mau melepaskan pekerjaan di New Yorker dan kemudian beralih menjadi penulis independen. Benar saja pengaruh dunia jurnalistik yang digeluti Gladwell di New Yorker ternyata sangat terlihat di buku pertamanya tersebut, bahkan beberapa buku best-seller lain yang ia terbitkan.

Perlu diketahui bahwa gaya penulisan dan konten yang ditulis oleh Gladwell termasuk jauh dari konsep-konsep bisnis dan bahkan lebih banyak masuk ke dalam ranah sosiologi atau psikologi sosial. Dalam bukunya, Malcolm Gladwell menjelaskan mengenai 3 hukum sosial epidemik. Gladwell berusaha untuk menjelaskan bagaimana sebuah wabah sosial di dalam suatu masyarakat akhirnya bisa terjadi, berikut faktor-faktor yang mendorong terjadinya wabah tersebut:

  1. The Law of Few (Hukum Golongan Kecil)

Gambar 747

Bagi Gladwell seluruh wabah atau epidemik yang terjadi di seluruh dunia hanya bisa terjadi akibat dari kerja keras dari sebagian kecil orang-orang yang berada di luar jalur normal. Di luar jalur normal di sini merujuk kepada orang-orang yang menggunakan cara tidak biasa dalam menciptakan atau mentransformasikan sebuah ide. Di Indonesia, kehadiran Go-Jek yang diprakarsai oleh Nadim Makarim ini merupakan contoh sederhana terciptanya The Law of Few. Sebelum Nadiem Makarim menciptakan konsep Go-Jek, belum pernah ada satupun orang yang pernah berpikir sebuah jasa ojek dapat dibuat secara online.

Gladwell sendiri mengatakan jika The Law of Few ini sukses menjadi wabah sosial, akan banyak followers yang meniru sang inisiator. Ternyata apa yang dikatakan oleh Gladwell dalam bukunya 14 tahun yang lalu tersebut memang menjadi kenyataan. Tentu anda pernah mendengar bahwa saat ini bukan hanya Go-Jek yang beroperasi sebagai bisnis ojek online.

  1. The Stickiness Factor (Faktor Kelekatan)

Gambar 748

The Stickiness Factor adalah kelekatan ide yang dapat dipahami oleh banyak orang. Singkatnya, ide tersebut harus mudah untuk diingat alias memorable, seperti Go-Jek. Usaha ojek online yang didirikan oleh Nadiem Makarim ini memiliki keunikan dari segi nama. Nama Go-Jek mudah untuk diingat karena terdiri dari dua kata yaitu kata Go yang berarti ‘pergi’ dalam bahasa Inggris dan kata Jek sebagai singkatan dari kata Ojek. Hal ini bisa diartikan dengan arti ‘pergi dengan ojek’.

Hampir setiap produk yang menjadi top brand di Indonesia juga memiliki The Stickiness Factor, misalnya Indomie. Produk makanan tersebut telah melekat dalam pikiran setiap orang Indonesia sehingga setiap menyebut mie instan, mereka sering menyebut Indomie. Jika kerja keras yang dihasilkan segelintir orang yang berada di luar jalur normal ditambah dengan ide yang mudah diingat, tinggal selangkah lagi faktor yang akan menentukan ide bisnis tersebut akan menjadi wabah sosial. Faktor terakhir dijelaskan di bawah ini.


  1. The Power of Context (Kekuatan Konteks)

Gambar 749

Perilaku manusia pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks sosial dimana orang itu berada. Begitu pula dengan sebuah ide bisnis. Sebuah ide bisnis hanya akan bisa mencapai kesuksesan yang besar atau menjadi “wabah” apabila ide bisnis tersebut sudah menjadi bagian dari konteks sosial di “masanya”.

Bisnis seperti Go-Jek hanya akan menjadi wabah di masa digital seperti sekarang ketika banyak orang sudah memiliki akses yang begitu mudah terhadap berbagai macam informasi. Bayangkan jika usaha seperti Go-Jek didirikan pada saat jumlah pengguna internet di Indonesia masih sangat rendah, tentu kisah sukses Nadiem Makarim akan berbeda dengan yang sekarang. Oleh karena itu, konteks sosial sangat menentukan tingkat keberhasilan suatu bisnis.

Ide bisnis yang unik, faktor kelekatan, dan kekuatan konteks hanya bisa terjadi apabila ada orang-orang terpilih yang berperan sebagai connector, maven, dan salesman. Connector adalah penghubung yang handal, berfungsi sebagai perekat sosial dan penyebar pesan. Maven berfungsi sebagai bank data yang menyimpan begitu banyak informasi mengenai pesan yang akan disampaikan kepada publik. Sementara salesman berfungsi sebagai penjual informasi yang ulung sekaligus negosiator. (leo/editor: erlin)

Sumber : Gladwell, Malcolm. 2001. The Tipping Point : How Little Things Can Make Big Difference. New York: Little, Brown & Company.

To Top